Indonesiasenang-, Setelah gemuruh Durja Bersahaja mengokohkan posisi The Jansen sebagai salah satu band punk paling visioner di Indonesia, duo asal Bogor itu justru memilih untuk menoleh ke belakang. Bukan mundur, melainkan kembali membuka bab penting dalam perjalanan mereka: Banal Semakin Binal, album yang sejak rilisnya menjadi salah satu penanda evolusi punk-rock Indonesia.
Bekerja sama dengan KithLabo, The Jansen akan merilis lima video musik terbaru yang diadaptasi dari album Banal Semakin Binal, dan akan tayang secara berkala di kanal YouTube resmi mereka. Rangkaian rilis tersebut meliputi:
- “Planetarium” — 14 November 2025
- “Kau Pemeran Utama di Sebuah Opera” — 28 November 2025
- “Ku Bukan Mesin Lotremu” — 12 Desember 2025
- “Berkelana dalam Ruang dan Mimpi” — 9 Januari 2026
- “Langit Tak Seharusnya Biru” — 23 Januari 2026
Vokalis dan gitaris The Jansen, Cintarama Bani Satria (Tata), menegaskan bahwa proyek ini bukan langkah mundur. “Ini semacam perayaan sepuluh tahun perjalanan kita, sekaligus ngasih kehidupan baru ke lagu-lagu yang dulu cuma berhenti di audio, Mungkin dulu belum waktunya, sekarang ini jalannya”, katanya.
Sementara sang bassist dan penulis lirik utama, Adji Pamungkas, menyebut proyek ini sebagai kesempatan untuk merawat karya dengan cara yang dulu belum sempat dilakukan. “Waktu Banal keluar, kita belum ngerti strategi, belum ngerti gimana ngejaga karya lewat visual. Baru sekarang ada kesempatan”, ungkapnya.
Tak sekadar memvisualkan ulang lagu, proyek ini disebut sebagai sebuah visual anthology, gambaran estetika The Jansen sebagai entitas seni yang menolak format lirik video generik. Untuk itu, mereka menggandeng tiga sutradara dengan pendekatan berbeda:
- Robby Wahyudi Onggo (Robonggo)
Menggarap “Planetarium” dan “Kau Pemeran Utama di Sebuah Opera”.
Ciri khasnya: gaya vintage lo-fi, hangat, dokumenter eksperimental.
Robonggo menulis kisah dua orang asing yang terus berpapasan di berbagai ruang dan waktu di tengah hiruk-pikuk Jakarta. “Dua video lirik, dua sudut pandang, satu benang merah”, jelasnya.
Dengan handycam, ia menangkap denyut kota, lampu jalan redup, hujan, wajah-wajah asing, yang dibingkai sebagai kelanjutan cerita dari album itu sendiri.
- Yustinus Kristianto (Iyus)
Mengerjakan dua video: “Ku Bukan Mesin Lotremu” dan “Berkelana dalam Ruang dan Mimpi”. Untuk “Ku Bukan Mesin Lotremu”, Yustinua Kristianto memilih pendekatan noir eksperimental, perpaduan GIF era Nokia 3310, budaya warnet 2000-an, dan absurditas ala majalah tafsir mimpi.
“Liriknya ngomong soal manusia dan sistem. Gue lihat kayak masyarakat analog yang dipaksa jadi digital”, ujar Yustinus Kristianto.
Sementara “Berkelana dalam Ruang dan Mimpi” dibangun lewat estetika anime slice-of-life ala era TV 7, namun dengan interpretasi modern. “Gue pengen nostalgia, tapi bukan nyomot gaya lamanya. Gimana bikin jembatan ke masa sekarang”, imbuh Yustinus Kristianto.
- Badrus Zeman
Sutradara dan dosen film IKJ ini mengerjakan “Langit Tak Seharusnya Biru” dalam format film bisu surealis. Ceritanya mengikuti seorang ilmuwan yang terjebak dalam kegelisahan intelektual, ditemani “teman virtual” sebuah TV yang terus berbicara.
Visual direkam dengan seluloid 8 mm, disunting digital, namun tetap mempertahankan getaran goyah ala Chaplin dan Méliès. “Yang penting, penontonnya bisa ngerasain kegilaan yang lembut”, ucap Badrus Zeman.
Bagi Adji, menyaksikan interpretasi para sutradara adalah pengalaman yang menyenangkan. “Gue selalu nulis lirik yang terbuka buat diinterpretasi. Seneng aja liat imajinasi mereka bisa sejauh itu”, ujarnya.
Sementara Tata mengaku terkejut, karena visual yang lahir justru jauh lebih berlapis daripada ekspektasinya. “Awalnya gue kira bakal chaos. Tapi ternyata dari musik yang nabrak-nabrak, bisa lahir visual lembut, komedi, sampai film 70-an. Jadi paham, ternyata punk gak harus demo, bisa jadi ilmuwan juga”, ungkapnya.
Duo ini sepakat bahwa proyek ini adalah bentuk pemberontakan yang lebih tenang tanpa teriakan, tetapi melalui tafsir visual yang kompleks dan intim. “Kita selalu percaya tiap karya punya hidupnya sendiri. Kadang dia baru nemu jalannya bertahun-tahun kemudian”, pungkas Tata. (dewa; foto htj)