Indonesiasenang-, Keraton Surakarta Hadiningrat kembali menggelar tradisi sakral Sekaten 2025, sebuah rangkaian upacara adat yang menjadi simbol kelestarian budaya dan spiritual masyarakat Jawa. Dimulai sejak akhir Agustus, rangkaian kegiatan ini menghadirkan rentetan prosesi adat dari jamasan pusaka, ritual Adang Dal, hingga puncaknya Grebeg Maulud yang digelar pada Jumat, 05 September 2025.
Jelang Grebeg, prosesi jamasan pusaka menjadi langkah pertama yang sakral. Pada Senin (01/09/2025), sejumlah pusaka di Siti Inggil, termasuk meriam Nyai Setomi, dimandikan dengan air kembang yang telah didoakan. Upacara yang diawali doa di Bangsal Witono ini menandai kesiapan keraton menghadapi perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW.
“Jamasan Nyai Setomi dilakukan setahun tiga kali sebelum grebeg. Nyai Setomi memiliki nilai historis karena dahulu merupakan senjata andalan Sultan Agung”, ujar KGPHA Dipokusumo, adik PB XIII.
Rangkaian selanjutnya ditandai dengan keluarnya gamelan keramat Kiai Guntur Madu dan Kiai Guntur Sari dari Bangsal Langenkaton. Denting gamelan yang ditabuh di Masjid Agung Surakarta sejak Jumat (29/08/2025) menjadi tanda resmi dimulainya tradisi Sekaten. Alunan gamelan ini dipercaya menghadirkan suasana religius sekaligus menghidupkan memori kolektif masyarakat Surakarta.
Keistimewaan Sekaten 2025 semakin terasa dengan digelarnya ritual Adang Dal pada Jumat (29/08/2025). Prosesi langka ini hanya muncul setiap delapan tahun sekali di Tahun Dal dalam penanggalan Jawa. Dalam upacara tersebut, Sinuhun PB XIII sendiri memasak nasi menggunakan dandang pusaka Kyai Duda dan kendil Nyai Rejeki. Nasi yang dimasak kemudian dibagikan kepada abdi dalem dan masyarakat sebagai simbol syukur dan doa bersama.
Puncak acara akan berlangsung pada Jumat (05/09/2025) melalui Grebeg Maulud. Dua gunungan simbol kemakmuran dan berkah akan diarak dari Keraton Kasunanan menuju Masjid Agung Surakarta. Gunungan berisi hasil bumi ini nantinya diperebutkan masyarakat, sebuah tradisi yang dipercaya membawa berkah bagi siapa pun yang mendapatkannya.
Tidak hanya ritual adat, Sekaten 2025 juga memberi ruang ekspresi seni modern melalui Sekaten Art Festival 2025 yang digelar di Pagelaran Keraton pada Jumat (29/08/2025) malam. Festival ini menghadirkan tari klasik, musik tradisional, hingga karya seni kontemporer yang tetap berakar pada semangat Sekaten. Ribuan pengunjung, baik lokal maupun mancanegara, turut menyaksikan kemeriahan tersebut.
Menurut Dra. GKR Koes Moertiyah Wandansari (Gusti Moeng), Sekaten tidak hanya sebatas ritual, tetapi juga sarana pendidikan budaya bagi generasi muda. “Rangkaian Sekaten ini menunjukkan kekayaan budaya dan spiritual Keraton Surakarta. Dukungan masyarakat sangat penting agar tradisi ini tetap hidup di era modern”, katanya.
Dengan harmoni antara prosesi sakral dan festival budaya, Sekaten 2025 menjadi bukti bahwa warisan leluhur tetap mampu bertahan sekaligus beradaptasi, menyatukan nilai spiritual, seni, dan tradisi dalam satu perayaan yang khidmat sekaligus meriah. (satria; foto hksh)