Indonesiasenang-, Superman Is Dead (SID), band rock legendaris asal Bali, kembali mengejutkan penggemar dengan langkah beraninya mengeksplorasi genre di luar pakem mereka. Dalam single terbaru berjudul “1984”, SID meninggalkan ciri khas musik rock yang selama ini melekat dan memilih genre keroncong sebagai medium baru untuk menyampaikan pesan mereka.
Lagu ini merupakan hasil kolaborasi istimewa dengan Sekar Benawa, grup musik keroncong asal Purwodadi, yang membawa nuansa autentik dan tradisional. Kombinasi tersebut menciptakan warna musik yang segar namun tetap menyimpan esensi pemberontakan khas SID.
Lagu 1984 terinspirasi dari novel distopia klasik karya George Orwell yang mengisahkan kontrol pemerintah terhadap kebebasan individu atas nama keamanan. Tema ini diadaptasi SID untuk mencerminkan kondisi dunia saat ini, di mana kebebasan sering kali dikorbankan atas nama kepentingan tertentu, seperti penanganan krisis global atau bencana alam.
“Liriknya yang penuh makna mengajak pendengar untuk merenungi realitas kehidupan modern sambil menikmati alunan keroncong yang dinamis namun tetap sarat tradisi.Lagu ini adalah tentang pentingnya mempertahankan kebebasan, baik individu maupun kolektif”, kata Bobby Kool, vokalis SID.
Kolaborasi dengan Sekar Benawa menjadi salah satu elemen yang membuat 1984 terasa spesial. Dengan kepiawaian mereka dalam memainkan keroncong, grup ini berhasil menghadirkan sentuhan unik yang berpadu sempurna dengan vokal Bobby Kool, bass dari Eka Rock, dan drum Jerinx.
Menurut SID, kolaborasi ini adalah wujud penghormatan terhadap kekayaan budaya Indonesia, sekaligus bukti bahwa genre tradisional seperti keroncong dapat menjadi medium untuk menyuarakan isu-isu global.
Melalui lagu 1984, SID menunjukkan bahwa mereka tidak takut keluar dari zona nyaman. Lagu ini bukan sekadar eksplorasi musikal, tetapi juga manifestasi keberanian untuk menyuarakan realitas dengan cara yang berbeda.
Dengan sentuhan keroncong yang jarang terdengar di kancah musik rock, SID mengukuhkan diri sebagai band yang selalu berevolusi tanpa kehilangan esensi perjuangannya. Lagu 1984 adalah bukti bahwa musik bisa menjadi alat refleksi, perlawanan, sekaligus penghubung lintas generasi. (sugali; foto hsid)