Indonesiasenang-, Stasiun Tuntang, Kabupaten Semarang, tampil berbeda menjelang akhir tahun. Tak lagi sekadar menjadi tempat persinggahan kereta api, kawasan heritage ini menjelma ruang pertemuan budaya, spiritualitas, dan alam melalui gelaran Siripada Festival yang berlangsung pada Sabtu malam (20/12/2025).
Festival ini digagas oleh KAI Wisata berkolaborasi dengan Resto & Art Stasiun Tuntang serta Pokjaluh Agama Buddha Kabupaten Semarang. Kehadirannya menjadi upaya menghadirkan pengalaman wisata berbasis budaya dan spiritual, sekaligus menarik minat wisatawan lokal maupun mancanegara yang ingin menikmati perjalanan kereta wisata dari Stasiun Ambarawa menuju Stasiun Tuntang.
Siripada Puja sendiri bermakna “tanda kaki”, merujuk pada jejak kaki Sang Buddha yang dianggap sakral. Dalam konteks festival, Siripada Puja menjadi simbol penghormatan terhadap ajaran Buddha sekaligus refleksi pelepasan kemelekatan batin, seperti keserakahan, kebencian, dan kebodohan.
Melalui rangkaian meditasi, persembahan, hingga penerbangan lampion, peserta diajak merenungi nilai-nilai spiritual dalam suasana kebersamaan yang damai. Nuansa hening berpadu dengan rasa persaudaraan lintas latar belakang, menjadikan Siripada Festival lebih dari sekadar ritual keagamaan, melainkan juga pengalaman budaya yang menyentuh.
Ditegaskan oleh Direktur Utama KAI Wisata, Hendy Helmy, menegaskan festival ini merupakan bagian dari komitmen perusahaan dalam merawat dan menghidupkan kembali warisan sejarah perkeretaapian Indonesia. “Kereta api wisata heritage bukan sekadar sarana transportasi, tetapi juga bagian dari sejarah dan identitas bangsa”, katanya.
Keunikan Stasiun Tuntang semakin terasa dengan keberadaan Sungai Tuntang yang mengalir dari Rawa Pening. Pemanfaatan sungai sebagai bagian dari destinasi wisata air turut mewarnai rangkaian festival, menciptakan harmoni antara budaya, spiritualitas, dan alam.
Sejak sore hari, kawasan stasiun dipenuhi nuansa budaya yang hangat dan menenangkan, jauh dari hiruk pikuk keseharian. Dipimpin oleh Romo Pujiyanto, tokoh budaya dan agama Buddha di Kabupaten Semarang, festival ini diikuti sekitar 400 umat Buddha dari Boyolali dan Kabupaten Semarang, serta para simpatisan.
Acara dibuka dengan tarian penari buritan perahu yang menggambarkan kehidupan masyarakat pesisir dan hubungan manusia dengan air sebagai sumber kehidupan. Puncak perhatian pengunjung tertuju pada prosesi melarung lilin lotus di Sungai Tuntang.
Ritual tersebut melambangkan doa, harapan, dan pencarian keseimbangan hidup. Cahaya lilin lotus yang perlahan menjauh mengikuti arus sungai menciptakan suasana reflektif yang membuat banyak pengunjung larut dalam keheningan dan makna.
Siripada Festival juga menjadi contoh pengembangan wisata ekoteologi, yang menyinergikan pelestarian alam, nilai budaya, dan sejarah jalur kereta api wisata sebagai bagian penting dari warisan perkeretaapian nasional.
Sementara itu VP Corporate Secretary KAI Wisata, Otnial Eko Pamiarso, menyatakan bahwa pihaknya terus mengembangkan destinasi dan layanan wisata berbasis sejarah dan budaya. “KAI Wisata berkomitmen memperkuat posisinya sebagai penggerak railway tourism di Indonesia”, ujarnya.
KAI Wisata meyakini pengelolaan wisata heritage yang berkelanjutan tidak hanya memberi nilai tambah bagi perusahaan, tetapi juga mendorong pengembangan pariwisata daerah serta meningkatkan kesadaran publik akan pentingnya menjaga aset sejarah perkeretaapian.
Terbuka untuk umum, Siripada Festival menjadi agenda budaya yang memperkaya daya tarik wisata Stasiun Tuntang, sekaligus menawarkan pengalaman perjalanan yang memadukan sejarah, spiritualitas, dan keindahan alam dalam satu harmoni. (damar; foto hkaiw)