Indonesiasenang-, “Putu PW Winata tidak melukis alam, ia melukis perasaan-perasaan tentang alam”, ujar kurator Arif Bagus Prasetyo dalam satu kesempatan. Kalimat itu seakan merangkum perjalanan kreatif Putu PW Winata, pelukis abstrak asal Bali yang dalam dua tahun terakhir menyelami denyut kehidupan di Jatiluwih, Tabanan, Bali.
Bagi Putu PW Winata, alam bukan sekadar lanskap untuk direkam di atas kanvas, melainkan ruang pengalaman yang penuh rasa. Sejak 2023, lulusan ISI Yogyakarta ini menapaki pematang sawah berundak Jatiluwih desa yang sejak 2012 ditetapkan UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia.
Putu PW Winata tidak hanya menatap keindahan terasering, melainkan menelisik lebih dalam: berdiskusi dengan Perbekel, berjumpa Jro Pekaseh dan para pengurus Subak, hingga mengikuti denyut ritual yang mengiringi setiap siklus tanam.
Dalam perjalanannya, Putu PW Winata menemukan kisah yang berlapis. Ada empat belas prosesi sakral yang terus dijaga, tetapi juga ada polemik status warisan dunia yang kini dihadapkan pada gempuran modernitas dan tuntutan pariwisata. Semua itu, dari keterpesonaannya pada cahaya pagi hingga kegelisahan akan masa depan Jatiluwih, ia tuangkan dengan kejujuran penuh sebagai seniman.
Hasilnya, lebih dari 120 karya lahir dari tangannya: 72 karya di kanvas dan 48 karya di kertas daur ulang. Karya-karya ini telah berkeliling dari Bali, Yogyakarta, Jakarta, Thailand, hingga New York membawa Jatiluwih bukan hanya sebagai lanskap sawah, melainkan sebagai suara batin yang mendunia.
Namun, Putu PW Winata merasa medium dua dimensi belum cukup. Ia kemudian menciptakan karya lintas media: sebuah dokumentasi video yang merekam proses melukis langsung di hamparan sawah Jatiluwih saat matahari terbit. Dalam karya ini, ia berkolaborasi dengan komposer Ary W Palawara dari Palawara Music Company. Suara-suara magis paduan musik Ary berpadu dengan visual Putu, menghadirkan pengalaman imersif tentang “Suara Alam Pagi Jatiluwih”.
Karya terbaru ini dipresentasikan secara khusus di Art Jakarta 2025, ajang seni tahunan yang digelar pada 3–5 Oktober di JIExpo Kemayoran, Jakarta. Bersama D Gallerie, Putu PW Winata menampilkan rangkaian karya kanvas serta video dokumentasi tersebut, sebuah perjalanan yang menyingkapkan bagaimana seorang pelukis tidak hanya menatap alam, tetapi juga mendengar dan mengabadikan suaranya.
Bagi publik seni, karya Putu PW Winata mengingatkan bahwa alam bukan sekadar panorama indah, melainkan ruang spiritual, sosial, dan kultural yang patut dijaga. Seperti pagi di Jatiluwih yang penuh harmoni, karyanya menjadi ajakan untuk mendengarkan kembali suara alam yang sering kali tertutupi hiruk pikuk zaman.
Ikuti perjalanan seni Putu PW Winata melalui akun Instagram @putuwinatafineartstudio dan @winataputu_27, atau kunjungi laman www.putuwinata.com untuk menyaksikan lebih jauh karya-karya dan aktivitasnya. (dewa; foto ppww)