Indonesiasenang-, Film semi documenter "Pesantren" menjadi satu dari sedikit informasi yang bisa didapat masyarakat luas terhadap kehidupan keseharian para siswa yang menuntut ilmu agama di lembaga pendidikan Islam. Hanya saja upaya tersebut belum bisa menjadi wakil dari wajah keseluruhan perjalanan lembaga yang telah ada jauh sebelum Indonesia merdeka.
Hal itu diakui sendiri oleh sutradara Shalahuddin Siregar yang mengakui bahwa apa yang ia sajikan ini tak bisa dianggap mewakili wajah dunia dunia pendidikan Islam di tanah air. Dirinya sejak awal hanya memfokuskan diri pada satu aspek yang selama ini jarang tergarap yakni kedudukan wanita dalam Islam. Sementara terkait dengan keseharian, dan aktifitas para pihak yang terlibat dalam film ini hanya menjadi pengantar, meski diakui juga bahwa ada pesan lain yang lebih besar yang ingin ia sampaikan yang itu tak tentang kesediaan untuk menerima perbedaan.
"Ini bukan tentang cerita yang menggambarkan gambaran pesantren yang umum ada di, melainkan kisah tentang pesantren serta bagaimana kedudukan perempuan dalam Islam”, kata Shalahudin Siregar selaku sutradara sekaligus produser film Pesantren di XXI Epicentrum Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (1/8/2022) sore.
Film ini sendiri sebenarnya diprodukis pada tahun 2016 dan diedarkan pada tahun 2020 lalu, namun terhenti karena pandemi. Kini saat keadaan mulai membaik film ini segera tayang di bioskop pada 4 Agustus mendatang.
Film Pesantren diproduksi oleh Negeri Films sejak tahun 2015. Sementara distribusinya di bioskop dilakukan oleh Lola Amaria Productions. Film ini mengambil latar kehidupan para santri di Pondok Kebon Jambu Al Islamy.
"Saya membawa keliling film ini 10 pesantren. Awalnya dirilis 2019 di Belanda, lalu 2020 seharusnya dirilis tapi pandemi jadi ketahan dan baru naik ke bioskop 4 Agustus mendatang dengan layar terbatas”, kata Lola Amalia di Jakarta.
Sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki 25.000 pesantren. Karena terkesan tertutup, banyak stigma negatif yang dilekatkan padanya.
Film Pesantren adalah usaha untuk mencari tahu tentang hal itu, tentang bagaimana kehidupan para santri di pesantren melalui kisah dua santri dan guru muda di Pondok Kebon Jambu Al-Islamy, sebuah pesantren terbesar dengan 2000 santri di Cirebon, Jawa Barat. Pondok pesantren ini adalah pesantren tradisional pada umumnya, tetapi istimewa karena dipimpin oleh perempuan.
"Saya sebenarnya melihat utuh film ini 2018 dan dikerjakan dengan editor orang Jerman dengan proses pengerjaan yang panjang. Saya saat itu bilang kalau film ini harus naik sebagai perspektif bahwa pesantren dan islam itu berkembang dengan sangat baik," kata Lola Amalia.
Film ini dibuat Shalahuddin Siregar setelah menggarap film Negeri di Bawah Kabut yang rilis pada tahun 2011. Di film itu dia mengisahkan perjalanan seorang anak laki-laki yang dipaksa untuk masuk pesantren oleh orang tuanya karena keterbatasan biaya.
"Setelah saya membuat Negeri di Bawah Kabut, saya tergerak untuk membuat dokumenter tentang kehidupan di dalam pesantren. Perjalanannya begitu panjang. Saya membuat film ini 2015, syuting lalu riset sampai 2016. Lanjut syuting 2018 editing 2018 di Jerman lalu kembali syuting pada 2019 dan pertama kali ditonton di Belanda”, papar Shalahuddin Siregar. (fauzi; foto wem)