Indonesiasenang-, JAKARTA — Kenaikan permintaan global terhadap emas dan tembaga menjadi momentum penting bagi Indonesia untuk memperkuat posisinya dalam rantai pasok logam strategis dunia. Kedua komoditas ini kini digolongkan sebagai strategic future metals, berperan besar dalam stabilitas ekonomi dan transisi energi global.
Emas tetap menjadi aset lindung nilai di tengah ketidakpastian geopolitik, sedangkan tembaga menjadi tulang punggung pengembangan kendaraan listrik, baterai, dan jaringan listrik hijau.
Menurut Ali Ahmudi, Pengamat Energi Universitas Indonesia, hilirisasi logam mulia di dalam negeri adalah langkah strategis untuk meningkatkan nilai tambah dan mengurangi ketergantungan terhadap negara lain dalam proses pemurnian.
“Hilirisasi logam mulia, khususnya tembaga dan emas, merupakan jantung transformasi industri mineral nasional. Selama ini lebih dari 60% nilai tambah hilang akibat ekspor konsentrat mentah. Dengan memperkuat pemurnian dan manufaktur logam di dalam negeri, Indonesia bukan sekadar penambang, tapi juga pemain industri global,” ujar Ali.
Ali menekankan beberapa prioritas utama dalam strategi hilirisasi nasional, di antaranya integrasi Smelter Gresik dan Precious Metal Refinery (PMR), penguatan sistem traceability emas domestik, sertifikasi Good Delivery (London Bullion Market Association), serta ekspansi ekspor produk logam olahan bernilai tinggi.
“Dengan beroperasinya smelter dan PMR, Indonesia akan mengekspor copper cathode dan bullion, bukan lagi konsentrat mentah. Ini langkah menuju kedaulatan mineral dan penguatan green economy downstreaming,” tambahnya.
Transformasi ini juga sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045, menargetkan Indonesia menjadi regional refining and manufacturing hub pada periode 2025–2035 dengan menggabungkan kekuatan sumber daya alam, kapasitas industri hilir, dan kebijakan industri berkelanjutan.
Momentum hilirisasi tercermin dari kinerja dua raksasa tambang nasional, PT Freeport Indonesia (PTFI) dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) di bawah MIND ID Group, yang mencatat pertumbuhan kuat sepanjang sembilan bulan pertama 2025.
Freeport melaporkan produksi 966 juta pon tembaga dan 876 ribu ons emas hingga September 2025. Meski sempat terganggu insiden mud rush di tambang Grasberg, operasional perusahaan tetap tangguh berkat strategi pemulihan cepat. Produksi kuartal III tercatat 281 ribu ons emas dan 311 juta pon tembaga, dengan harga jual rata-rata US$3.535 per ons dan US$4,52 per pon.
Secara keuangan, Freeport membukukan pendapatan US$6,97 miliar, meningkat dari US$6,79 miliar tahun sebelumnya, dengan laba bersih US$674 juta atau US$0,46 per saham. Efisiensi operasional menekan cash cost tembaga menjadi US$1,40 per pon — di bawah proyeksi awal. Tonggak penting pun dicapai melalui produksi katoda tembaga pertama di Smelter Gresik pada Juli 2025, menandai era baru kemandirian pemurnian logam nasional.
Sementara itu, ANTAM mencatat penjualan bersih Rp72,03 triliun hingga kuartal III 2025, naik 67% dibandingkan tahun sebelumnya. Kinerja gemilang ini didorong oleh bisnis logam mulia Pulogadung dan produksi dore bar dari PT Cibaliung Sumberdaya.
Produksi emas ANTAM mencapai 590 kilogram (18.969 troy ons) selama sembilan bulan, dengan tambahan 151 (4.855 troy ons) kilogram pada kuartal III. Meski skalanya lebih kecil dibanding Freeport, bisnis emas menjadi penopang utama margin perusahaan di tengah kenaikan harga global.
Laba bersih ANTAM melonjak hampir tiga kali lipat menjadi Rp6,61 triliun dari Rp2,23 triliun, dengan posisi kas kuat di Rp9,26 triliun.
Kinerja solid Freeport dan ANTAM menegaskan bahwa hilirisasi adalah fondasi utama pertumbuhan sektor mineral Indonesia. Melalui pembangunan smelter, sertifikasi internasional, dan integrasi rantai pasok, Indonesia perlahan bertransformasi dari pengekspor bahan mentah menjadi produsen logam bernilai tinggi.
“Transformasi ini bukan hanya tentang produksi, tapi juga tentang kedaulatan ekonomi. Indonesia punya peluang besar menjadi pusat pemurnian logam kawasan dengan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan pencapaian visi Indonesia Emas 2045,” pungkas Ali.
(manda; istimewa)