Indonesiasenang-, Pernah mendengar nasi grombyang, kuliner khas Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah? Atau malah sudah pernah mencicipinya ?. Kuliner berbahan utama nasi putih dan daging sapi atau kerbau berbumbu rempah ini, kuliner ini di usulkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB).
Produk nasi grombyang ini diusulkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) dalam kategori teknologi tradisional, karena proses pengolahannya membuat makanan itu istimewa. “Memang bentuknya benda, masuk Warisan Budaya Tak Benda. Ini mengacu lebih pada kategori tekniologi tradsional,” kata Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pemalang, Ismun Hadiyono.
Diakui oleh Ismun Hadiyono pihaknya mengusulkan nasi grombyang menjadi salah satu WBTB sejak 2019 lalu.c“Melihat perkembangan ke sini, makanan khas banyak yang diklaim daerah atau bahkan negara lain. Sehingga kami punya kewajiban mengusulkan nasi grombyang, itu asline sega grombyang”, ujarnya.
Bila nanti nasi grombyang ditetapkan sebagai salah satu WBTB, pemerintah setempat bertanggung jawab atas empat pilar. Yakni pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pelestarian. “Saat ini ada beberapa warung makan yang jual nasi grombyang. Maka, kami akan bertanggungjawab untuk melakukan pelindungan, pengembangan, pemanfaatan dan pelestarian”, kata Ismun Hadiyono.
Nama grombyang berasal dari bahasa Pemalang yang berarti mengapung di permukaan atau bergoyang-goyang. Dalam penyajiannya, komposisi kuah lebih banyak ketimbang nasinya, sehingga nasi dapat mengapung dan bergoyang-goyang di antara kuah.
Nama grombyang tidak bisa didapati di kota-kota lain, sangat ikonik dan unik. Tidak diketahui pasti, kapan makanan khas ini mulai diciptakan. Konon, nasi grombyang sudah ada sejak 1960-an. Waktu itu, penjual nasi grombyang menjual dagangannya secara tidak menetap, tetapi berkeliling kampung.
Salah seorang pewaris nasi grombyang, Waridin menceritakan, dia sudah mulai membuka usaha jual nasi grombyang sejak 1978. Sebelumnya dia ikut membantu pamannya, Warso dalam usaha yang sama. “Akhirnya buka sendiri sejak tahun 1978 sampai sekarang. Dulu dari harga 15 perak (Rp15), sampai sekarang sudah Rp16 ribu per porsi”, katanya, di warung miliknya Jalan Gatot Subroto nomor 35 Kecematan Pemalang.
Menurut Waridin, membuat nasi grombyang lebih rumit ketimbang soto daging ataupun daging kuah lainnya. Mulai memasak daging, mengiris, ditambah menu kaldunya yang terbuat dari kluwak, serundeng serta lemak daging itu sendiri.
Kuahnya pun dibumbui rempah, seperti lengkuas, jahe, kunyit, daun salam, kemiri, dan lainnya. Kemudian sebelum disajikan ditaburi irisan onclang dan bawang merah. “Kalau dulu pakai daging kerbau, tapi karena sekarang sulit akhirnya pakai daging sapi. Butuh dua sampai tiga jam untuk membuat nasi grombyang”, kata Waridin.
Ditambahkan Waridin bahwa dirinya mengaku bangga usahanya melanjutkan warisan resep nenek moyangnya itu berbuah manis, apalagi nasi grombyang diusulkan menjadi salah satu WBTB. “Saya senang dan bangga ini akan tercatat sebagai Warisan Budaya,” ujarnya.
Kebanggan lain diceritakannya ketika Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mampir dan menikmati nasi grombyangnya. Saat itu Waridin tidak tahu, karena orang nomor satu di Jawa Tengah itu berpenampilan seperti pelanggan umum.
“Alhamdulillah, saya sebagai pedagang kecil didatangi pejabat itu kebanggan, apalagi Pak Gubernur orangnya sederhana, tidak mau ditonjolkan seperti rakyat biasa. Setelah itu, kedai saya tambah ramai, dikenal nasi grombyang yang didatangi gubernur”, kata Waridin. (rls; foto dok)