Indonesiasenang-, Di tengah gempuran film horor yang seolah tak pernah absen dari layar bioskop Indonesia, hadir sebuah karya yang menawarkan jalur berbeda. Lintrik: Ketika Hati Dipasung, kolaborasi Prama Gatra Film dan Rumah Semut Film, resmi menggelar Gala Premier di Jakarta pada 25 Agustus 2025. Film ini akan tayang serentak di bioskop seluruh Indonesia mulai 11 September 2025 mendatang.

Berbeda dari horor arus utama yang kerap mengandalkan jump scare, Lintrik; Ketika Hati Dipasung menghadirkan pengalaman yang lebih dalam perpaduan horor supranatural, drama psikologis, dan kearifan lokal Banyuwangi. Ceritanya berangkat dari legenda tentang lintrik, ilmu pengasihan kuno Jawa Timur yang hanya bisa dilakukan seorang dukun wanita melalui ritual khusus.

Meski terdengar asing, istilah lintrik sudah lama hidup dalam cerita rakyat di Tulungagung, Blitar, hingga Banyuwangi. Konon, ritualnya menggunakan kartu domino sebagai medium, dengan daya tarik yang mampu menundukkan hati seseorang meski berada jauh. Namun, kekuatan itu hanya bersifat sementara dan sarat risiko.

Produser Asye Siregar pertama kali menemukan inspirasi Lintrik lewat sebuah film pendek komunitas Banyuwangi di YouTube. Terpikat oleh kekuatan lokal yang kental, ia menggandeng sutradara Irham Acho Bahtiar serta tim muda dari Banyuwangi, yang tak hanya membantu produksi, tetapi juga menjadi konsultan budaya untuk menjaga otentisitas cerita Osing.

“Lintrik bukan sekadar horor. Ia membawa kekuatan mistis, psikologis, dan drama manusia yang sangat dekat dengan realitas masyarakat Jawa”, ujar Asye Siregar.

Kisahnya berpusat pada Sari (Karina Icha), seorang perempuan sederhana yang terjebak dalam obsesi. Ia ingin merebut kembali cinta lamanya, Rendy (Akbar Nasdar), yang kini sudah menikah dengan Nilam (Fannita Posumah), sahabatnya sendiri.

Didorong oleh ambisi dan keputusasaan, Sari mendatangi seorang dukun wanita misterius (Yatti Surachman) untuk melakukan ritual lintrik. Namun, keputusan itu justru menyeretnya ke dalam rahasia kelam yang penuh teror.

Selain Karina, film Lintrik: Ketika Hati Dipasung juga menampilkan Donny Damara, Yatti Surachman, Meisya Amira, dan Fannita Posumah, serta pendatang baru Teguh Ryder yang berperan sebagai ustaz dengan karakter berbeda dari tipikal film horor Indonesia.

Keistimewaan Lintrik: Ketika Hati Dipasung bukan hanya pada ceritanya, tetapi juga pada latar tempat yang begitu autentik. Produksi dilakukan di berbagai lokasi ikonik Banyuwangi, mulai dari hutan mistis De Djawatan, Patung Terakota, hingga pusat kota.

Tak berhenti di situ, film Lintrik: Ketika Hati Dipasung juga melibatkan seniman asli Banyuwangi, termasuk maestro tari Gandrung Mak Temu Misti dan seniman senior Mas Yon DD, lengkap dengan bahasa Osing yang memperkuat nuansa lokal. Festival budaya Banyuwangi pun terekam dalam beberapa adegan, membuat cerita terasa semakin nyata.

Di balik layar, kursi sutradara ditempati Irham Acho Bahtiar, yang sebelumnya dikenal lewat film komedi Epen Cupen The Movie dan Security Ugal-ugalan. Kali ini, ia menantang dirinya keluar dari zona nyaman, menghadirkan horor bernuansa psikologis yang berpadu dengan drama budaya Jawa.

“Setiap adegan punya potongan penting. Kalau penonton melewatkan satu detik saja, bisa kehilangan benang merah menuju rahasia di akhir”, tutur Irham Acho Bahtiar.

Dengan perpaduan mistisisme Jawa, drama manusia, hingga lanskap budaya Banyuwangi, Lintrik: Ketika Hati Dipasung hadir sebagai warna baru dalam jagat horor tanah air. Film ini tidak sekadar menawarkan ketakutan, tetapi juga refleksi tentang cinta, obsesi, dan risiko ketika manusia memilih jalan terlarang.

Mulai 11 September 2025, penonton bisa merasakan sendiri bagaimana horor lokal menjelma menjadi tontonan yang mencekam sekaligus sarat makna. (kintan; foto phl)