Indonesiasenang-, Perjalanan jelajah budaya bertajuk Touring Budaya mengantarkan rombongan pelestari sejarah dan pecinta budaya Nusantara menuju salah satu situs megalitikum paling fenomenal di Indonesia: Situs Gunung Padang di Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
Dimulai dari Tebet, Jakarta Selatan, pada Minggu siang (07/09/2025), perjalanan darat ditempuh dengan semangat penuh dari jalur Bogor, lalu melintasi alternatif Summarecon Bogor hingga keluar ke kawasan Puncak. Setelah istirahat di perbatasan Bogor–Cianjur, rombongan bermalam di Daaru Zamzam, Cianjur, sebelum menapaki perjalanan menuju situs bersejarah tersebut.
Senin pagi (08/09/2025), tepat pukul 08.00 WIB, rombongan tiba di gerbang Gunung Padang. Dari ketinggian 885 meter di atas permukaan laut, hamparan batuan vulkanik yang tersusun membentuk struktur punden berundak menyambut mereka.
Deni selaku penjaga situs sekaligus narasumber lokal, menuturkan bahwa Gunung Padang bukan sekadar tumpukan batu. “Ini warisan peradaban kuno yang bisa jadi lebih tua dari Piramida Giza dan Stonehenge”, ujarnya.
Penelitian mutakhir bahkan menemukan lapisan-lapisan budaya kompleks dengan struktur bawah tanah yang terdeteksi georadar. Beberapa ahli meyakini usianya mencapai lebih dari 20.000 tahun, menjadikannya kandidat situs peradaban tertua di dunia. Dengan luas 3 hektar, Gunung Padang dinobatkan sebagai punden berundak terbesar di Asia Tenggara.
Selepas menyusuri situs, perjalanan budaya ini berlanjut ke warung sederhana milik Siti, warga lokal yang berada tepat di depan pintu masuk. Hangatnya kopi hitam khas Gunung Padang menemani cerita tentang bagaimana situs ini mengubah kehidupan warga.
“Dari kopi, teh hutan, gula aren, sampai madu, semua kami kemas sendiri. Sekarang wisatawan suka beli buat oleh-oleh. Kami juga bikin homestay biar pengunjung bisa nginap nyaman”, kata Siti dengan bangga.
Kehadiran wisatawan mendorong warga membentuk Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis). Melalui wadah ini, mereka bersama-sama mengelola potensi lokal: kuliner, penginapan, hingga jasa pemandu wisata. Model pemberdayaan ini membuat Gunung Padang bukan hanya pusat sejarah, tetapi juga motor ekonomi masyarakat.
Gunung Padang menghadirkan pengalaman utuh: panorama alam, misteri peradaban kuno, serta keramahan masyarakat lokal. Sebelum kembali ke Jakarta lewat jalur alternatif Jonggol–Cibubur yang lebih singkat, rombongan meninggalkan pesan sederhana: menjaga situs ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau arkeolog, tetapi juga masyarakat sebagai pewaris budaya Nusantara.
Perjalanan kali ini menegaskan bahwa mengenal sejarah adalah langkah awal mencintai bangsa. Dan melalui jelajah budaya di Gunung Padang, kita belajar bahwa warisan kuno bisa hidup kembali, bukan hanya lewat batu-batu yang tersusun, tetapi juga lewat warga yang menjaga dan menghidupkannya. (ridho; foto masdjo)