Indonesiasenang-, Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia secara resmi mengajukan tiga elemen budaya untuk masuk dalam Daftar Representatif Warisan Budaya Takbenda Kemanusiaan UNESCO. Ketiga elemen tersebut adalah Budaya Tempe, Teater Mak Yong (ekstensi Mak Yong Malaysia), dan Jaranan: Seni Pertunjukan dan Ritual (usulan bersama dengan Suriname).

Pengajuan ini merupakan hasil dari proses panjang yang melibatkan komunitas budaya, akademisi, serta pemerintah daerah, dan difasilitasi oleh Kementerian Kebudayaan. Proses penyusunan dokumen nominasi mencakup kajian literatur, survei lapangan, wawancara, serta dokumentasi mendalam, dan telah disesuaikan dengan persyaratan UNESCO sebelum tenggat waktu pengiriman pada 31 Maret 2025.

Menteri Kebudayaan RI, Fadli Zon, menyatakan bahwa pengajuan ini adalah bentuk komitmen Indonesia dalam menjaga dan melestarikan warisan budaya takbenda. Dalam pertemuan daring Culture Ministerial Meeting Indonesia-Suriname, Menbud menegaskan bahwa pengakuan internasional bukanlah tujuan akhir, melainkan sarana untuk memastikan kelangsungan tradisi budaya.

“Indonesia berkomitmen untuk menjaga warisan budaya takbenda dan terus aktif mendaftarkan berbagai elemen tradisi budaya kita dalam daftar ICH UNESCO”, ujar Fadli Zon.

Salah satu yang diajukan adalah Budaya Tempe, makanan tradisional yang sudah dikenal sejak abad ke-16 sebagaimana tercatat dalam naskah Serat Centhini. Fadli menyebut bahwa tempe tidak hanya sebagai pangan sehari-hari, namun juga simbol pengetahuan, budaya, dan teknologi pangan tradisional.

“Masuknya Budaya Tempe ke daftar ICH UNESCO akan memperkuat tempe sebagai warisan budaya yang harus dijaga, sekaligus mendorong kesadaran global akan nilai budaya dan manfaat kesehatannya”, imbuh Fadli Zon.

Indonesia juga mengajukan ekstensi untuk Teater Mak Yong, seni pertunjukan tradisional Melayu yang menggabungkan seni peran, musik, dan gerak tubuh. Mak Yong telah diakui UNESCO sejak 2008 melalui pengajuan Malaysia. Melalui mekanisme ekstensi ini, Indonesia menunjukkan eksistensi dan pelestarian Mak Yong di wilayah Kepulauan Riau dan Sumatera.

“Dengan pengajuan ekstensi ini, kami berharap kerja sama budaya dengan Malaysia semakin erat, sekaligus memperkuat pelindungan dan pengembangan Mak Yong”, jelas Fadli Zon.

Selain itu, pengajuan bersama dengan Suriname untuk Jaranan juga mencerminkan diplomasi budaya yang kuat. Jaranan dipraktikkan oleh komunitas keturunan Jawa di Suriname sebagai bentuk ekspresi spiritual dan identitas budaya.

“Kolaborasi lintas batas seperti ini penting dalam menjaga warisan budaya yang tidak bisa dilakukan oleh satu negara saja. Ini adanya peluang untuk kerja sama budaya lanjutan, termasuk nominasi bersama untuk aksara tradisional seperti aksara Jawa atau Pegon”, kata fadli Zon.

Tak hanya itu, Indonesia juga memberikan dukungan terhadap pengajuan ekstensi Pantun oleh Brunei Darussalam. Pantun sebelumnya telah diakui UNESCO pada 2020 melalui pengajuan bersama Indonesia dan Malaysia.

“Dukungan terhadap Brunei menunjukkan komitmen Indonesia dalam mempererat kerja sama budaya regional”, ujar Fadli Zon.

Dengan pengajuan ini, Indonesia kembali menegaskan posisi strategisnya dalam pelestarian budaya di tingkat global. “Ke depan, kami akan mengembangkan peta jalan yang terkoordinasi untuk mendukung pengajuan dan memperkuat kerja sama budaya di masa mendatang”, pungkas Fadli Zon. (alvin; foto hkmb)