Indonesiasenang-, Hari kedua Synchronize Fest 2025, Sabtu (04/10/2025), seolah menjadi puncak gelombang antusiasme publik terhadap festival musik tahunan ini. Sejak siang, antrean penonton telah mengular panjang di area Gambir Expo Kemayoran. Senyum-senyum tak sabar, kamera ponsel yang siap diangkat, dan yel kecil dari para komunitas musik menjadi sinyal: hari kedua adalah tentang merayakan kebersamaan.
Tepat ketika jarum jam menunjuk pukul 13.00 WIB, Idgitaf membuka hari dengan cara yang tak biasa berkeliling area festival sembari “ngamen” dengan gitar di tangan dan payung kuning di atas kepala. Aksi spontan itu langsung disambut riuh penonton. Ia bahkan sempat membocorkan lagu barunya yang belum dirilis, “Sedia Aku Sebelum Hujan”, yang terasa pas dengan suasana langit Jakarta yang sedikit mendung sore itu.
Tak lama berselang, panggung-panggung di berbagai titik mulai hidup bersamaan JKT48, Bilal Indrajaya, dan Biru Baru membuka tiga panggung utama, sementara .Feast dan 510 memanaskan District dan XYZ Stage. Lautan manusia di depan setiap panggung menegaskan satu hal, Synchronize Fest bukan sekadar konser, tapi ritual tahunan para pecinta musik Indonesia.
Menjelang sore, Andien membawa nuansa nostalgia lewat album keduanya, Kinanti (2002). Ditemani Nikita Dompas dan Rafi Muhammad, Andien menghadirkan energi hangat yang menular ke penonton.
“Boleh minta waktu sebentar buat merinding gak sih”, ujar Andien sembari tertawa kecil dan memang, banyak yang ikut merinding.
Di sisi lain, kolaborasi lintas zaman antara Nasida Ria & Mother Bank memadukan qasidah modern dan musik eksperimental. Lagu-lagu seperti “Perdamaian” hingga “Bom Nuklir” menggema, sementara warna kostum pink-hijau mereka menjadi simbol solidaritas “warga jaga warga”.
“Pertunjukan ini spesial banget teman-teman, karena ini adalah sekumpulan ras terkuat di bumi dalam satu panggung”, celetuk salah satu personel Nasida Ria, disambut sorak tawa penonton.
Menjelang malam, festival berubah menjadi miniatur kota yang hidup. Di area food court, aroma makanan menggoda penonton yang beristirahat setelah menonton Jamrud di Dynamic Stage atau ArumtaLa di XYZ Stage. Di Hall D2, pameran instalasi dari ruangrupa menjadi tempat singgah artistik bagi pengunjung yang ingin jeda dari hiruk pikuk panggung.
Panggung Dynamic Stage menjadi saksi pertunjukan teatrikal Musik dari Rangga dan Cinta, yang menghidupkan kembali kisah legendaris Ada Apa Dengan Cinta? (2002). Lagu “Bimbang” dan “Denting” dinyanyikan ulang oleh Hindia, Rara Sudirman, Bilal Indrajaya, Andien, dan Sal Priadi, menghadirkan nostalgia dengan sentuhan modern.
Puncak kejutan datang ketika layar menampilkan sosok Nicholas Saputra di tengah kerumunan—dan sontak, seluruh penonton berteriak histeris.
Sementara itu, di Forest Stage, sejarah ditulis ulang. Untuk pertama kalinya, Guruh Gipsy menampilkan lagu-lagu dari album legendaris mereka tahun 1977 secara langsung. Guruh Sukarno Putra, Keenan Nasution, dan Abadi Soesman tampil dengan dukungan musisi lintas generasi, menghadirkan perpaduan musik dan tari Nusantara yang memukau.
Selama satu jam penuh, panggung itu menjadi perayaan lintas zaman, seolah menegaskan bahwa akar musik Indonesia tetap hidup dan terus tumbuh di generasi baru.
Semakin malam, semakin padat setiap panggung. Avhath dan Kuntari di XYZ Stage menampilkan kolaborasi agresif bersama Lafa Pratomo, sementara Polka Wars menghadirkan reuni kecil dengan Billy Saleh. Di Gigs Stage, sederet nama baru seperti Biru Baru, Poris, Drizzly, dan Satu Per Empat menandai debut mereka di Synchronize Fest—bukti regenerasi tetap berjalan.
Tak kalah megah, Diskoria Orchestra menghidupkan kembali semangat disko dengan orkestra penuh, menampilkan BCL, Andien, Dira Sugandi, Afifah Yusuf, dan Neida diiringi Bandung Jazz Orchestra. Sementara di XYZ Stage, OTW Onar Fest mengumpulkan para rapper lintas kota seperti Ardy Minaj, Pierre Lynx, hingga Quest* untuk menyalakan api hip hop malam itu.
Di Dynamic Stage, Jakarta Movin bersama RAPOT menghadirkan pertunjukan Putar Kembali: OST Film Indonesia. Lagu-lagu ikonik seperti “Galih dan Ratna”, “Melompat Lebih Tinggi”, hingga “Terbuang Dalam Waktu” dinyanyikan oleh Idgitaf, Dere, Rahmania Astrini, Jebung, dan Sheila Dara yang kembali memerankan kenangan dari film Sore.
Tak jauh dari situ, Teenage Death Star meledakkan XYZ Stage bersama para kolaborator dari album Thunder Boarding School, Pamungkas, Hendra RNRM, Indra7, dan Namoy Budaya. Panggung 360 derajat itu benar-benar jadi arena ledakan energi punk-rock yang tak terbendung.
Hingga menjelang tengah malam, senyum tak pernah benar-benar hilang dari wajah penonton. The Changcuters, Shaggydog, Feel Koplo, dan The Paps menutup malam dengan energi yang sama besarnya seperti sore hari. Di tiap sudut dari Oleng Upuk hingga Panggung Getar, tawa, peluh, dan lagu-lagu favorit melebur jadi satu.
Synchronize Fest 2025 hari kedua bukan sekadar konser, tapi potret euforia kolektif: generasi yang berbeda bernyanyi bersama, dari nostalgia tahun 70-an hingga musik eksperimental masa kini. Satu hal yang pasti, ketika lampu panggung mulai padam, tak ada yang ingin malam itu berakhir. (sugali; foto ds2025)