Indonesiasenang-, Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Semarang kembali menegaskan peran kampus sebagai ruang kebudayaan melalui penyelenggaraan 11th Festival Komukino. Festival budaya tahunan ini mengusung tema “Jateng Ayem” dan digelar pada Kamis, 18 Desember 2025, bertempat di Auditorium Ir Widjatmoko Universitas Semarang.

Festival Komukino bukan sekadar perayaan seni, tetapi juga laboratorium kreatif bagi mahasiswa untuk menerjemahkan nilai-nilai budaya Jawa Tengah ke dalam bahasa komunikasi yang segar dan relevan. Tema “Jateng Ayem” dipilih sebagai representasi nilai ketenteraman, harmoni sosial, dan kebersamaan, nilai luhur yang terus diuji di tengah dinamika masyarakat modern dan budaya digital.

Ditegaskan oleh Prind Triajeng Pungkasanti selaku Dekan Fakultas Teknologi Informasi dan Komunikasi Universitas Semarang, bahwa Festival Komukino ke-11 menjadi agenda strategis Program Studi Ilmu Komunikasi dalam mengintegrasikan teori dan praktik.

“Festival Komukino menjadi ruang aktualisasi mahasiswa dalam menerapkan kompetensi komunikasi, mulai dari perencanaan acara, produksi konten, hingga pengelolaan publik dan audiens”, kata Prind Triajeng Pungkasanti.

Menurut Prind Triajeng Pungkasanti, pendekatan kreatif menjadi kunci agar pesan-pesan budaya dapat diterima oleh generasi muda. Tema “Jateng Ayem” diharapkan menjadi ajakan reflektif bagi anak muda untuk merawat harmoni sosial melalui medium komunikasi yang komunikatif dan kontekstual.

Rangkaian kegiatan Festival Komukino ke-11 menghadirkan beragam program berbasis seni dan budaya. Mulai dari festival inovasi kuliner khas Jawa Tengah, pameran budaya, hingga kompetisi seni yang melibatkan mahasiswa, komunitas budaya, serta pelajar SMA/SMK. Kompetisi tersebut meliputi lomba tari tradisional, Pop Java Fest (menyanyi), dan Guyoni, sebuah kompetisi stand up comedy yang mengangkat tema budaya lokal.

Salah satu daya tarik utama festival ini adalah enam booth inovasi kuliner yang dikelola langsung oleh mahasiswa Ilmu Komunikasi. Sajian tradisional seperti Sego Megono, Donat Tape, hingga Dawet Ayu ditampilkan dengan kemasan visual modern, menjadi simbol dialog antara tradisi dan selera generasi muda.

Dijelaskan oleh Rizal Aditya Saputa selaku Ketua Pelaksana Festival Komukino 2025, bahwa festival ini juga membawa misi sosial melalui program charity bertajuk “Nandur Rasa”. Program tersebut merupakan penggalangan dana untuk mendukung komunitas seni tradisional di Kota Semarang yang aktif membina anak-anak dan remaja dalam bidang karawitan, sinden, dan pewayangan.

Tak hanya berlangsung secara luring, Festival Komukino juga merambah ruang digital. Mahasiswa memproduksi konten kampanye budaya melalui Instagram dan TikTok sebagai bagian dari penerapan mata kuliah komunikasi pemasaran dan produksi media. Upaya ini sekaligus memperluas jangkauan pesan budaya agar dapat diakses oleh publik yang lebih luas.

Ke depan, Prind Triajeng berharap Festival Komukino dapat terus berkembang melalui kolaborasi lintas sektor, termasuk dengan pemerintah daerah dan komunitas seni. “Harapannya, Festival Komukino tidak hanya dinikmati di lingkungan kampus, tetapi juga menjadi inkubator nyata bagi mahasiswa Ilmu Komunikasi untuk terjun langsung ke masyarakat”, pungkasnya.

Melalui sinergi antara mahasiswa, universitas, pemerintah daerah, komunitas seni, dan institusi pendidikan, Festival Komukino “Jateng Ayem” diharapkan mampu menjadi ruang pelestarian budaya sekaligus penguatan karakter generasi muda Jawa Tengah yang tenang, rukun, dan berakar pada tradisi. (alvin; foto husm)