Indonesiasenang-, Saat senja perlahan turun di kaki Gunung Ijen, udara sejuk Desa Tamansari membawa aroma tanah basah dan semilir angin dari hamparan sawah yang membentang. Di tengah lanskap ini, sebuah amfiteater terbuka berdiri gagah di Taman Gandrung Terakota 1.000 patung penari gandrung dari tembikar mengelilingi arena, seolah menyambut para penikmat musik yang telah lama menanti momen ini.

Sabtu malam, 09 Agustus 2025 yang lalu, BRI Jazz Gunung Series 3 resmi dimulai. Panggung festival ini menjadi saksi bagaimana musik dan alam berpadu dalam harmoni yang memikat, di bawah langit Banyuwangi yang bersih dan bertabur bintang. Sejak debutnya pada 2018, Jazz Gunung Ijen memang selalu menawarkan pengalaman mendengar musik yang berbeda bukan di gedung tertutup, tetapi di alam terbuka, di mana setiap nada bebas berlarian mengikuti arah angin.

Tahun ini, deretan musisi lintas generasi dan latar budaya hadir membawa warna unik. Pianis Irsa Destiwi, yang kini bermukim di Bali, membuka malam dengan irama yang mengalun lembut namun penuh energi. Disusul Kevin Yosua Trio yang memadukan permainan bass yang dinamis dengan tiupan trumpet Fabien Mary, musisi asal Paris, menambah sentuhan internasional di panggung yang bernuansa lokal.

Dari Jakarta, duet muda Alvin Ghazalie dan Misi Lesar yang tergabung dalam Dua Empat menghidupkan suasana dengan gaya urban jazz yang segar. Sementara itu, Jazz Patrol dan Caravan Jazz Surabaya memompa adrenalin penonton dengan groove yang membuat kepala ikut bergoyang.

Salah satu momen tak terlupakan datang dari The Aartsen—kelompok jazz sekeluarga dari Bali—yang berkolaborasi dengan drummer internasional asal Polandia, Adam Zagorski. Mereka menampilkan interaksi musikal yang cair, membuat penonton terhanyut seakan berada di sebuah jam session intim di tengah sahabat lama. Dan tentu saja, kehadiran Suliyana, penyanyi asli Banyuwangi, bersama Glam Orchestra menjadi puncak yang merayakan akar budaya lokal. Kolaborasi mereka adalah jembatan yang menghubungkan jazz dengan musik daerah, menghangatkan hati penonton.

Namun BRI Jazz Gunung Series 3 bukan hanya perihal musik. Festival ini adalah wadah ekspresi seni budaya. Di sela-sela pertunjukan, tarian tradisional Banyuwangi mengisi panggung, kuliner khas seperti pecel pitik dan sego tempong menggoda selera, dan kerajinan tangan lokal memperlihatkan keterampilan pengrajin setempat.

Taman Gandrung Terakota sendiri, dengan konsep memadukan seni, pendidikan, dan hiburan, menjadi latar sempurna untuk acara ini. Setiap sudutnya memancarkan karakter Banyuwangi: terbuka, ramah, dan penuh warna.

Sebagai sponsor utama Jazz Gunung 2025, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk melalui aplikasi BRImo kembali menunjukkan dukungannya terhadap perkembangan seni dan budaya. Dengan kampanye #BRImoMudahSerbaBisa, BRI tak hanya memudahkan transaksi para pengunjung, tetapi juga mengajak generasi muda untuk mengadopsi gaya hidup digital yang praktis.

Pada akhirnya, BRI Jazz Gunung Series 3 meninggalkan jejak yang lebih dari sekadar catatan di kalender musik. Ia menjadi perayaan pertemuan: antara musisi dan penonton, antara tradisi dan modernitas, antara nada dan alam. Di kaki Ijen, jazz tak hanya terdengar, namun terasa, meresap, dan membekas lama setelah lampu panggung padam. (alvin; foto hjg)