Indonesiasenang-, Dari tepian Sungai Kahayan hingga gemerlap runway Jakarta Fashion Week (JFW) 2026, semangat budaya Kalimantan Tengah (Kalteng) bergema melalui karya bertajuk “Huma Betang Lantunan Meniti Kenangan.” Koleksi ini menjadi wujud nyata bagaimana filosofi kehidupan masyarakat Dayak dapat diterjemahkan menjadi bahasa mode yang elegan, lembut, namun sarat makna.
Dalam perhelatan yang digelar megah di Pondok Indah Mall 3, Jakarta, Jumat (31/10/2025), Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Provinsi Kalteng bekerja sama dengan desainer nasional Ayu Dyah Andari, menampilkan 33 busana yang memadukan keindahan wastra khas Kalteng dan sentuhan kontemporer. Dari ready to wear hingga busana pesta, setiap helaian benang membawa filosofi “Huma Betang”, rumah besar masyarakat Dayak yang menjadi simbol kebersamaan, toleransi, dan gotong royong.
“Keikutsertaan ini menjadi bagian dari upaya kita memperkenalkan wastra Kalteng yang memiliki nilai filosofi tinggi, simbol kebersamaan, serta semangat pelestarian kearifan lokal”, kata Ketua Dekranasda Kalteng, Aisyah Thisia Agustiar Sabran, usai peragaan.
Koleksi “Huma Betang Lantunan Meniti Kenangan” menampilkan perpaduan warna khas budaya Kalteng, dikenal sebagai filosofi “5 Ba”, Bahijau (hijau), Bahandang (merah), Baputi (putih), Bahenda (kuning), dan Babilem (hitam). Warna-warna tersebut bukan sekadar palet estetika, tetapi merepresentasikan nilai kehidupan dan spiritualitas masyarakat Dayak.
Setiap segmen koleksi menuturkan cerita. Pada ready to wear, bordir flora dan teknik anyaman rotan menghadirkan keseharian yang alami dan hangat. Koleksi batik benang bintik tampil dengan motif kelakai yang melambangkan kesuburan, anggrek hitam sebagai simbol keindahan alam, dan buah ketiau yang berarti kemakmuran. Sementara segmen penutup menampilkan busana pesta berhiaskan batu kecubung, batu khas Kalteng yang merefleksikan kemewahan dan spiritualitas dalam satu napas.
“Huma Betang saya artikan sebagai kampung halaman, tempat di mana nilai-nilai kebersamaan dan gotong royong tumbuh. Saya ingin menghadirkan kenangan itu dalam bentuk karya”, ungkap Ayu Dyah Andari, yang dikenal dengan kepiawaiannya mengangkat budaya Nusantara dalam karya haute couture-nya.
Tak hanya menghadirkan busana, Dekranasda Kalteng juga memamerkan produk rotan, wastra, dan kuliner khas daerah karya para pelaku UMKM. Ajang ini menjadi ruang strategis untuk mengangkat potensi ekonomi kreatif lokal ke kancah nasional, bahkan internasional.
“Di balik setiap wastra yang dipamerkan, ada para perajin dan pelaku UMKM yang berperan besar dalam menjaga warisan budaya sekaligus menggerakkan roda ekonomi daerah”, ujar Aisyah Thisia Agustiar Sabran,
Ditambahkan oleh Aisyah Thisia Agustiar Sabran, dukungan penuh Gubernur Kalteng H. Agustiar Sabran dan jajaran pemerintah daerah menjadi kunci kolaborasi antara tradisi dan modernitas ini. Dekranasda berkomitmen melanjutkan langkah strategis tersebut dengan berpartisipasi dalam berbagai ajang fesyen di tingkat nasional dan internasional.
Partisipasi Kalteng dalam JFW 2026 menjadi bukti bahwa wastra Nusantara tak hanya milik masa lalu, tetapi juga bagian dari masa depan fesyen global. Dari filosofi Huma Betang yang menuturkan harmoni antar manusia, hingga kilau batu kecubung yang memantulkan spiritualitas bumi Kalimantan, semua berpadu menjadi satu narasi: bahwa mode dapat menjadi jembatan antara kenangan dan masa depan.
Di akhir peragaan, tepuk tangan panjang menggema, bukan sekadar untuk kemegahan busana, tetapi untuk pesan yang dibawanya: bahwa setiap benang, setiap motif, dan setiap warna dari Kalteng menuturkan cerita tentang rumah, kebersamaan, dan cinta yang tak lekang oleh waktu. (alvin; foto hjfw)
