Indonesiasenang-, Komunitas seni Agus Budiyanto Aquarelle Studio (ABAS) telah dua dekade lebih kiprahnya dalam dunia seni lukis cat air, dengan momentum tersebut menggelar Wicara Seni dan pameran spesial yaitu ajang bergengsi Art Moments 2025. Dalam perhelatan yang berlangsung pada 07–10 Agustus di Jakarta itu, ABAS tak hanya hadir dengan karya visual, tapi juga gagasan strategis seputar keberlanjutan finansial seniman.

Selama 25 tahun, komunitas ABAS telah menumbuhkan ratusan seniman yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Di bawah kepemimpinan Agus Budiyanto, seorang seniman profesional spesialis medium aquarelle, ABAS tampil dalam pameran dengan karya-karya segar serta menyelenggarakan sesi diskusi bertajuk “Art & Finance: Building Financial Sustainability for Creative Minds” pada 09 Agustus 2025.

“Seniman atau pekerja seni dituntut untuk lebih strategis mengelola waktu. Tak hanya untuk berpameran, tapi juga membagi waktu kreatifnya dengan kerja-kerja mandiri dan kolaboratif, termasuk membuka kelas, workshop kreatif, atau membuat karya pesanan untuk interior”, tutur Agus Budiyanto.

Art Moments tahun ini mengusung tema “Restoration”, yang menyoroti relasi manusia, alam, dan makhluk hidup lain dalam ikatan emosional. Sebuah tema yang selaras dengan cara komunitas ABAS membangun kedekatan lintas profesi dari arsitek hingga banker yang turut aktif dalam pameran maupun diskusi.

Salah satu pembicara dalam sesi wicara seni adalah Vera Eve Lim selaku Chief Financial Officer BCA yang juga pelukis cat air. Ia menekankan pentingnya literasi finansial bagi seniman sebagai investasi jangka panjang.

“Rekam jejak di perbankan itu penting. Ia menjadi fondasi untuk tata kelola yang baik dan mendukung keberlanjutan karir,” tegas Vera Eve Lim.

Sementara itu, kolektor seni dan praktisi hukum Daniel Ginting menambahkan bahwa proses kreatif adalah bagian dari perjalanan memperluas cakrawala, bukan sekadar rutinitas teknis.

“Seniman progresif dan haus ilmu akan selalu dinanti kolektor, Pengalaman-pengalaman semacam inilah yang menguatkan strategi keberlanjutan finansial mereka”, kata Daniel Ginting.

Selain sesi diskusi, ABAS menyuguhkan pameran karya dari para anggota yang mengolah medium cat air dengan teknik basah dan kering, menampilkan keragaman gaya, topik, dan eksplorasi warna. Nama-nama seperti Aviliani, Basrie Kamba, Chesna Anwar, Didit Maya Paksi, Dumasi Marisina Magdalena, Enda Ginting, Ermani Hastuti, Hedy Lapian, Lita Husin, Niken Vijayanti, Regina Busono, Sussy Liestiwowaty, Syiska Diranti Ventia, Tianty Trisna Dewi, Umi Haksami, Vasundara Sur, Venny Jokowidjaja dan Yana Daloe menampilkan karya-karya segar.

Ditegaskan oleh Agus Budiyanto bahwa pendekatan di ABAS bukanlah meniru gaya mentor, melainkan menekankan orisinalitas. “Mantra kami: Be Yourself,” ungkapnya.

“Sebagai mentor, saya hanya memberi tinjauan teknis. Selebihnya, filosofi berkarya itu sangat personal dan kembali pada karakter masing-masing seniman”, imbuh Agus Bdiyanto.

Dalam kondisi ekonomi yang menantang, ABAS membuktikan diri sebagai komunitas yang tak hanya bertahan tapi juga tumbuh dengan pendekatan inklusif dan suportif. Melalui kerja kolektif dan strategi lintas disiplin, ABAS menularkan semangat profesionalitas dan keberlanjutan kepada ekosistem seni Indonesia.

Dengan 25 tahun perjalanan, ABAS memberi pesan kuat bahwa seni, jika digarap dengan strategi dan kesadaran lintas bidang, bisa menjadi ruang ekspresi sekaligus sumber kehidupan yang berkelanjutan. (fathur; foto abas)