Indonesiasenang-, Suara musik dari berbagai penjuru menggema di JIExpo Kemayoran sore itu, menandai dimulainya Synchronize Fest 2025, festival musik multi-genre yang kini memasuki tahun ke-10 perjalanannya. Bukan sekadar festival, edisi kali ini menjadi momen reflektif yang menggabungkan nostalgia, perayaan, dan inovasi lintas disiplin.
Tahun ini, Synchronize Fest tak berdiri sendiri. Dua entitas yang juga memiliki jejak panjang di dunia kreatif Indonesia label musik demajors dan kolektif seni rupa ruangrupa turut merayakan ulang tahun ke-25 mereka. Kolaborasi lintas medium ini melahirkan tema besar #SalingSilang, menggambarkan bagaimana musik, seni, dan budaya saling berkelindan, menciptakan satu lanskap ekspresi yang utuh dan beragam.
Tepat pukul 14.15 WIB, gerbang Synchronize Fest 2025 resmi dibuka. Ratusan penonton yang telah mengantre sejak siang hari langsung disambut dengan pawai meriah dari Jatiwangi Art Factory, menandai dimulainya perayaan musik yang akan berlangsung selama tiga hari.

Tak lama kemudian, White Shoes & The Couples Company (WSATCC) membuka penampilan di District Stage dengan set spesial memperingati 15 tahun album legendaris Vakansi. Bersama gitaris jazz Oele Pattiselanno, WSATCC mengajak ribuan penonton bernyanyi di bawah sinar matahari yang hangat.
Sementara itu, dentuman keras dari Komunal mengguncang XYZ Stage, diikuti oleh HIVI! yang menghadirkan nuansa pop segar di Dynamic Stage.
Salah satu penampilan yang paling berkesan di hari pertama datang dari Kunto Aji, yang tampil bersama Yogyakarta Hadroh Clan. Dalam set bertajuk Urup dan Mercusuar, kolaborasi ini menghadirkan perpaduan spiritualitas dan aransemen modern, menciptakan suasana syahdu di tengah gegap gempita festival. Momen bershalawat bersama menjadi salah satu titik magis yang jarang muncul di festival musik urban.
Festival tahun ini juga memperluas jangkauannya ke ranah seni rupa. Bersama ruangrupa, Hall D2 Gambir Expo disulap menjadi area pameran kuratorial yang menampilkan karya-karya visual, beberapa di antaranya belum pernah ditampilkan di Indonesia. Para pengunjung terlihat antusias menikmati setiap instalasi yang memadukan estetika dan pesan sosial khas ruangrupa.

Tak hanya itu, desain panggung Synchronize Fest 2025 juga menjadi sorotan. Dynamic Stage hadir dengan format setengah lingkaran dan tata visual futuristik, sementara Forest Stage tetap mempertahankan pesona “rimbunnya” yang ikonik menghadirkan sensasi festival di tengah alam urban.
Konsistensi Synchronize Fest dalam isu keberlanjutan kembali terlihat tahun ini. Bersama Stuffo dan WWF, festival mengumpulkan 291 kilogram limbah plastik yang diolah menjadi instalasi seni di area pintu masuk. Water refill station yang telah menjadi ikon tahunan pun tetap hadir, memastikan para penonton bisa tetap segar tanpa menambah jejak botol plastik.
Selepas jeda Maghrib, suasana semakin hangat. Hindia menggebrak Dynamic Stage, sementara Forest Stage menjadi ruang nostalgia bagi penggemar Letto dan Seperti Plastik. Di XYZ Stage, nama lawas Discus kembali memamerkan kemegahan musikalitas progresif mereka.
Sementara itu, Gigs Stage yang dikurasi oleh Extreme Moshpit menampilkan sederet band cadas seperti Rounder, MTAD, Iron Voltage, dan Negatifa, yang semuanya tampil tanpa jeda hingga larut malam.

Tak ketinggalan, area Oleng Upuk yang dikurasi Lamunai Records dan Panggung Getar hasil kolaborasi dengan Kobra Musik menjadi tempat bagi musik-musik alternatif dan elektronik untuk bersenang-senang tanpa batas.
Menjelang malam, dua kolaborasi yang tak kalah mencuri perhatian hadir di dua panggung berbeda: Whisnu Santika x Dipha Barus dan Anisa Bahar x Juwita Bahar keduanya membawa satu benang merah yang sama: mengajak semua orang berjoget.
Sang solois fenomenal Pamungkas menghadirkan pertunjukan Balada Pamungkas, di mana lagu-lagu hit-nya diaransemen ulang dalam format orkestra megah di Forest Stage. Penonton larut dalam kemewahan musikal yang jarang muncul di festival terbuka.
Tak lama berselang, Barry Likumahuwa menutup malam di panggung yang sama dengan konsep Ambon Jazz Rock bersama kolaborator seperti Audrey Tapiheru, Patton Otlivio, dan Teddy Adhitya menjembatani jazz dengan energi pop dan rock dari kampung halamannya.
Sementara itu, nostalgia klub malam Jakarta ditutup oleh Stadium All Star di XYZ Stage, dengan Bobby Suryadi, Jacky, dan Zaldy Garcia mengguncang hingga penghujung malam.

Hari pertama Synchronize Fest 2025 ditutup dengan senyum lebar di setiap wajah pengunjung. Dari panggung ke panggung, semangat guyub, berbagi energi, dan nostalgia terasa nyata — menegaskan bahwa festival ini bukan hanya ajang musik, melainkan ruang pertemuan bagi ingatan kolektif generasi.
Masih ada dua hari ke depan untuk menikmati perjalanan #SalingSilang ini. Tiket masih tersedia di situs resmi Synchronize Fest 2025, dengan harga Rp900.000 untuk 3 Day-Pass dan Rp475.000 untuk Daily Pass.
Dan seperti tradisi yang selalu hidup setiap Oktober, Synchronize Fest bukan sekadar festival, ini adalah cermin dari sepuluh tahun perjalanan musik Indonesia yang terus menyala. (kelvin; foto dsf2025)