Indonesiasenang-, Solidaritas Pekerja Musik Indonesia (SPMI) terus berjuang agar para pekerja musik di Indonesia mendapat standarisasi, keamanan dan kenyamanan saat berkarya. Berbagai terobosan telah dilakukan oleh SPMI agar para pekerja musik ke depan akan lebih sejahtera.
Selain untuk menyuarakan keberadaan musisi dengan standarisasi yang layak dan aspek lainnya, SPMI juga membangkitkan rasa kebersamaan dan kepedulian. Salah satunya adalah akan mengadakan malam penggalangan dana untuk pekerja musik yang sedang berkarya di sebuah klub yang meninggal akibat jadi korban kebakaran di Sorong, Papua beberapa waktu lalu.
“SPMI prihatin pekerja musik menjadi korban di Sorong, Papua. Kejadian kawan-kawan musisi yang menjadi korban disana menjadi salah satu pemicu kami untuk mengelar malam dana bagi mereka yang meninggal. Acara akan dilaksanakan secara streaming, mudah-mudahan dalam waktu dekat bisa kami releasasikan”, kata Jatmiko saat berbincang dengan awak media di kantor Deteksi, Jakarta Selatan, Sabtu (29/1/22).
Diungkapkan pula oleh Jatmiko, ada rasa kesal diteman-teman SPMI karena mereka yang bertikai jangan hanya cuma berdamai saja, tetapi tanggung jawab kepada kawan-kawan musisi yang menjadi korban juga harus dipikirkan oleh mereka. SPMI tidak ingin terlalu jauh terlibat hanya ingin dengan ada kejadian tersebut pemerintah juga memperhatikan para pekerja musik Indonesia.
Apalagi dimasa pandemi Covid-19 sangat mempengaruhi kehidupan para pekerja musisi. Banyak sudah para pekerja musik di Indonesia ini banting stir untuk tetap bisa menjalani hidup seperti berjualan kopi keliling, jualan online makanan, dan lain sebagainya.
“Sudah banyak kawan-kawan musisi yang sudah keluar dari zona nyaman mereka sebagai musisi, itu sudah mereka lakukan. Dan sudah ada juga salah satu bank swasta yang membantu kami agar hidup tetap berjalan dengan harapan semoga secepatnya lagi mereka bisa berkarya lagi sebagai pekerja musik”, kata Jatmiko.
Pada kesempatan yang sama Harry ‘Koko’ Santosa sebagai promotor dan pengamat musik mengatakan bahwa musik bagian dari pondasi di negeri ini yang menjaga ketahanan budaya, kedepannya bagian dari ketahanan ekonomi. Jadi kita harus bersama-sama, bukan hanya SPMI, pekerja musik, media tetapi semua kita bergerak, berbuat, menjadi bagian dari semangat pekerja musik di Indonesia.
“Keberadaan SPMI dari Sabang sampai Merauke harus diwujudkan, dan keberadaannya harus bisa dirasakan, karena SPMI memang menjadi bagian dari semangat pekerja musik di Indonesia”, kata Harry ‘Koko’ Santosa.
Mengenai kejadian yang menimpa musisi di Sorong, Harry ‘Koko’ Santoso mengungkapkan bahwa apa yang terjadi membuat semua prihatin dan peduli, sehingga dibutuhkan gerakan untuk membantu bagi keluarga yang ditinggalkan. Pademi Covid-19 membuat pekerja musisi masuk dimasa sulit ditambah dengan kejadian di Sorong tentu membuat kita bersedih.
Tetapi kepedulian juga harus terus dikembangkan oleh teman-teman SPMI, karena kita tidak bisa melihat kebelakang lagi. Ada musibah, sudah saatnya hal-hal seperti ini kita langsung bergerak, disarankan kepada Ketua Umum SPMI alangkah eloknya apabila fokus kepada keluarga pekerja musisi yang ditinggalkan, karena keluarga ini mereka bukan musisi, bukan seniman.
“Kita harus berfikir bagaimana kedepannya, jangan melihat belakang lagi. Ada pemerintah daerah, kepolisian bahkan ada Presiden RI sangat peduli. Dari kejadian di Sorong ada orang-orang yang ditinggalkan, kejadian ini semoga bisa jadi contoh kedepan bahwa kepedulian dalam keadaan sulit tetap harus jalan. Kita langsung bergerak mudah-mudahan dalam satu Minggu ini teman-teman SPMI ini bisa langsung membuat sebuah kegiatan yang bentuknya kepedulian yang betul-betul fokus. Ini bukan hanya untuk SPMI tapi juga bagian semangat musisi di Indonesia,harapan saya itu”, kata Harry ‘Koko’ Santosa. (lela; foto tcs)