Indonesiasenang-, Di tengah gegap gempita South East Asia Hapkido Championships 2025 yang di gelar di Yogyakarta, sosok Master Vincentius Yoyok Suryadi mungkin tidak tampak mencolok. Ia tak berdiri di podium, tak juga mengumbar pencapaian lewat selebrasi. Namun, bagi dunia Hapkido di Indonesia dan Asia Tenggara, kehadirannya bukan sekadar penting tapi fundamental.
Sebagai pendiri Hapkido Indonesia, Master Yoyok Suryadi adalah figur kunci yang menyalakan api semangat beladiri ini di tanah air. Ia bukan hanya seorang pelatih atau pengurus teknis. Ia adalah fondasi dari apa yang kini berdiri sebagai pencapaian monumental: Indonesia menjadi tuan rumah kejuaraan Hapkido tingkat Asia Tenggara yang diikuti oleh 14 negara dan 440 atlet.
"Melihat kejuaraan sebesar ini akhirnya terselenggara di tanah air, rasanya seperti menyaksikan mimpi yang berjalan," ujar Master Yoyok saat ditemui di sela sesi timbang badan atlet, Jumat (13/06/2025).

Kejuaraan South East Asia Hapkido Championships ini sebenarnya sudah lama diimpikan. Edisi perdana sukses digelar di Singapura tahun 2018. Namun, ketika Indonesia dijadwalkan menjadi tuan rumah pada 2020, pandemi COVID-19 membuat semuanya terhenti. Tawaran menjadi tuan rumah di tahun 2024 pun ditolak karena fokus pada PON XXI, hingga akhirnya diputuskan 2025 sebagai momen kebangkitan.
“Ini bukan sekadar penjadwalan ulang, tetapi bukti konsistensi. Kita tidak pernah berhenti, meskipun dunia sempat berhenti,” tegas Master Yoyok.
South East Asia Hapkido Championships 2025 bukanlah ajang sembarangan. Dengan peserta dari Korea Selatan, Jepang, Hongkong, India, Meksiko, serta negara Asia Tenggara seperti Brunei Darussalam, Singapura, Malaysia, Vietnam, Filipina, Thailand, Kamboja, dan Indonesia, kejuaraan ini menjelma menjadi ajang internasional bergengsi. Jumlah pendaftar pun melampaui kuota, dari target 400 menjadi 440 atlet, sebuah indikator betapa besar animo terhadap Hapkido.

Namun, Master Yoyok Suryadi menegaskan, South East Asia Hapkido Championships 2025 ini bukan festival. "Kami ingin kejuaraan ini tetap tertib. Ini ajang prestasi, yang harus dituntaskan dengan integritas", ucapnya.
Ada tiga kategori umur yang dilombakan pada South East Asia Hapkido Championships 2025 yaitu Kadet (9–12 tahun), Junior (13–17), dan Senior (18+). Namun untuk kategori pertarungan (fight), anak-anak tidak diikutsertakan, kebijakan yang mencerminkan filosofi sang master.
"Saya tidak setuju anak-anak bertarung. Biarkan mereka belajar teknik dan menikmati prosesnya. Prestasi tidak boleh mengorbankan masa depan," ungkap Master Yoyok.
Bagi Master Yoyok Suryadi, Hapkido bukan sekadar olahraga, melainkan alat membentuk karakter. Dalam usia dan posisi yang sudah mapan, ia tak mencari panggung, tak pula mengejar medali.

"Kita ini sedang membangun karakter bangsa lewat beladiri. Kalau bisa mendidik atlet menjadi pejuang yang jujur, sabar, dan berani, itu lebih penting dari sekadar medali", tutur Master Yoyok Suryadi.
Membangun Hapkido di Indonesia bukan tugas ringan. Master Yoyok Suryadi menjalani kerja sunyi bertahun-tahun, melatih pelatih, membentuk organisasi, melakukan diplomasi lintas negara, dan merajut jaringan regional. Semua dijalankan dengan satu prinsip utama: proses lebih penting dari hasil.
Dan mungkin di tengah dunia olahraga yang kini kerap dipenuhi branding dan popularitas instan, Master Yoyok Suryadi adalah pengingat penting bahwa semangat sejati beladiri dimulai dari ketekunan, kesunyian, dan konsistensi.

Kejuaraan South East Asia Hapkido Championships 2025 mungkin selesai dalam hitungan hari, namun jejak Master Vincentius Yoyok Suryadi akan terus hidup. Bukan dalam bentuk patung peringatan, tapi dalam nilai yang ia tanam yaitu beladiri sebagai jalan hidup yang membentuk jiwa manusia, bukan hanya raga.
Dari studio latihan kecil hingga panggung internasional, Master Yoyok Suryadi telah menorehkan bab penting dalam sejarah olahraga Indonesia. Sebuah warisan yang tidak kasat mata, tapi tak lekang waktu. (satria; foto tcs)