Seni Nusantara Bersinar di Pentas Budaya Gunung Padang

Pagelaran seni PWI Jakarta di Gunung Padang menampilkan tari, musik tradisi, dan pesan pelestarian budaya di tengah cuaca ekstrem

Seni Nusantara Bersinar di Pentas Budaya Gunung Padang

Indonesiasenang-, Hujan deras yang tak kunjung reda sejak siang hingga malam hari di kawasan Gunung Padang, Cianjur, tidak menghalangi PWI Jakarta untuk tetap menggelar sebuah pentas budaya yang sarat makna. Di situs prasejarah terbesar di Asia Tenggara itu, seni kembali menemukan jalannya. Meski panggung utama terpaksa dipindahkan dari area terbuka ke Pendopo Gunung Padang, semangat para seniman dan penonton justru semakin menghangat.

Acara dibuka dengan denting Sape, instrumen tradisional Dayak yang dimainkan oleh Ghodiel Sapeq dan Arke Nurdjatni Soedjatno dari grup SlarasBudaya. Alunan melodinya yang lembut dan magis mengisi ruang pendopo, menciptakan atmosfer khusyuk yang langsung memikat perhatian para tamu undangan.

Pertunjukan berlanjut dengan Tari Bedhoyo Nawasena, sebuah karya Perkumpulan Arkamaya Sukma yang diciptakan oleh Martini Brenda dan diiringi musik garapan Lumbini Tri Hasto. Tujuh penari, yaitu Lina Agung, Ragil Endang Srimulyani, Elisabeth Kusuma Indreswari, Ipung Purwanti, Martini Brenda, Mustika Handayani, dan Tiana Poesponegoro Soeharto menyajikan koreografi halus dan penuh makna. Melalui gerak elegan yang berpadu ritmis, mereka menyampaikan pesan keselamatan dan optimisme untuk masa depan.

Suasana semakin hangat saat Komunitas SlarasBudaya menampilkan Tari Rejang Sari ciptaan I Ketut Rena. Grantyartha, Nurmadelina, Sri Utami P., Anna Diani Nari Ratih, Laras Kusumadewi, Susan Indahwati, Winedari Wiyono, Pritha Nandini, dan Arke Nurdjatni Soedjatno membawakan tarian ini dengan penuh ketulusan. Gerakannya menonjolkan nilai kesetaraan dan kebersamaan, sebuah refleksi budaya Nusantara yang menjunjung harmoni.

Penanggung jawab kegiatan, Dar Edi Yoga, menegaskan bahwa cuaca bukan penghalang bagi semangat pelestarian budaya. “Ini bukan sekadar pentas seni. Ini ikhtiar merawat kebudayaan sekaligus meneguhkan jati diri bangsa”, ujarnya.

Bagi Dar Edi Yoga menghadirkan seni di Gunung Padang merupakan bentuk penghormatan terhadap sejarah sekaligus penguatan identitas nasional.

Apresiasi juga datang dari Ali Akbar, Ketua Tim Penelitian dan Pemulihan Situs Megalitik Gunung Padang. Ia menyebut kegiatan ini selaras dengan upaya edukasi publik. “Pagelaran seni di ruang bersejarah seperti Gunung Padang bukan hanya memperkaya pengalaman budaya, tetapi juga meningkatkan kesadaran tentang pentingnya menjaga warisan peradaban”, tuturnya.

Ditambahkan oleh Ketua Panitia, Rudolf Simbolon, bersama Rosy Maharani, bahwa perubahan lokasi justru menghadirkan pengalaman lebih intim. “Kedekatan ruang menciptakan kedekatan batin. Semua terasa lebih menyatu. Setiap denting musik dan gerak tari terasa lebih dekat, seolah menyatu dengan nafas para penonton”, katanya.

Dengan dukungan Oval Advertising dan Pertamina Hulu Indonesia, pagelaran ini menegaskan bahwa seni dan budaya bisa terus bersinar dalam kondisi apa pun. Gunung Padang malam itu bukan hanya menjadi saksi sebuah pentas budaya, tetapi juga menjadi ruang perjumpaan antara sejarah, seni, spiritualitas, dan keberagaman Nusantara.

Sejumlah tokoh turut hadir, termasuk Laksma TNI (Purn) Darbagus J.P, Romo Kolonel (Purn) Yos Bintoro, Pr., Romo Hubert CJD, Kolonel Laut (KH) Pundjung, serta jajaran pengurus PWI Pusat dan PWI Jaya.

Pada akhirnya, pentas budaya ini menjadi pengingat bahwa seni adalah cahaya yang menyatukan masa lalu, masa kini, dan masa depan, dipersembahkan dengan sepenuh hati untuk Indonesia. (dewa; foto hpwi)


Share Tweet Send
0 Komentar
Memuat...
You've successfully subscribed to Indonesia Senang Dot Com - Semampu kita bisa dan lakukan keSENANGanmu
Great! Next, complete checkout for full access to Indonesia Senang Dot Com - Semampu kita bisa dan lakukan keSENANGanmu
Welcome back! You've successfully signed in
Success! Your account is fully activated, you now have access to all content.