Indonesiasenang-, Sebuah bangunan bersejarah di jantung Menteng kini kembali bernapas. Cikini 82, yang dahulu merupakan kediaman elite kolonial dan rumah diplomatik pasca-kemerdekaan, kini resmi dibuka untuk publik dengan wajah baru sebagai ruang budaya dan komunitas. Lewat restorasi yang penuh perhatian di bawah arahan Lukas Budiono, Cikini 82 tidak hanya direvitalisasi secara fisik, tapi juga makna historis dan fungsionalnya.
Bangunan yang selama bertahun-tahun tertutup untuk umum ini kini menjelma menjadi ruang publik yang dinamis, tanpa menghapus jejak masa lalunya. “Cikini 82 tidak hanya tentang masa lalu tapi juga tentang masa depan ruang-ruang budaya yang terbuka, egaliter, dan penuh kemungkinan”, kata Lukas Budiono, pemilik sekaligus penggagas restorasi Cikini 82.

Sebagai penanda kelahiran kembali ini, digelar Pusparagam, sebuah perayaan inklusif yang membuka pintu Cikini 82 bagi masyarakat luas. Rangkaian acaranya menampilkan Experiential Dining bersama Lenore, pameran seni Sanjivana, hingga program Soirée yang menggabungkan pertunjukan lintas disiplin dan sesi jejaring komunitas. Dengan semangat keterbukaan, Pusparagam menghadirkan Cikini 82 sebagai rumah bersama bagi seni, diskusi, kuliner, dan berbagai bentuk ekspresi budaya.
Transformasi Cikini 82 menjadi ruang hidup yang menyambut komunitas lintas generasi ini tidak berdiri sendiri. Pusparagam terselenggara berkat kolaborasi berbagai mitra, termasuk Bintang Sempurna (percetakan), Connected Art Platform (komunitas seni), Flowers & Beyond (dekorasi), serta sederet mitra F&B seperti Lenore, Culture Royale, Dillco Chocolate, Bora Soda, dan Pisang Madu Bu Nanik.

Kini, Cikini 82 bukan sekadar bangunan dengan nilai sejarah, melainkan simpul konektivitas budaya di tengah kota. Sebuah platform tempat ide, seni, dan komunitas bertemu menjadikannya relevan kembali dalam konteks hari ini dan masa depan. (satria; foto hcp)