Primitive Monkey Noose Rilis Pandir Wara, Kritik Sosial Tajam Lewat Rock dan Panting Banja

Primitive Monkey Noose merilis single Pandir Wara atau Bacot Doang menggabungkan rock dan panting Banjar dengan kritik sosial yang tajam

Primitive Monkey Noose Rilis Pandir Wara, Kritik Sosial Tajam Lewat Rock dan Panting Banja

Indonesiasenang-, Unit rock asal Batulicin, Primitive Monkey Noose, kembali menegaskan eksistensinya di skena musik nasional lewat rilisan terbaru mereka, “Pandir Wara”, yang secara bebas dapat diterjemahkan sebagai “Bacot Doang.” Single ini dirilis pada 25 Oktober 2025 melalui kerja sama dengan label independen asal Jakarta, demajors.

Dalam keterangan mereka, lagu “Pandir Wara” lahir dari keresahan terhadap fenomena yang akrab di telinga kita: banyak bicara, sedikit aksi. “Sekarang mudah kita temukan di luar sana bahkan di sekeliling kita yang membuat kita harus bilang ‘Bacot, lu!’, kira-kira dari hal-hal seperti inilah lagu ini dibuat”, ujar mereka.

Primitive Monkey Noose sendiri digawangi oleh Richie Petroza (vokal), Oveck Arsya (gitar), Ridho (gitar), Wan Arif Fadly (panting), Denny Sumaryono (bas), dan Juli Yusman (drum).

Secara lirikal, “Pandir Wara” memainkan dua lapisan makna. Di satu sisi, ia bisa jadi terdengar seperti candaan khas tongkrongan, tapi di sisi lain, liriknya adalah kritik sosial dan politik terhadap sikap tidak konsisten, kebohongan, serta perilaku memperdaya yang sering muncul di tengah masyarakat.

“Pandir Wara adalah semacam pengingat bahwa omong kosong tanpa tindakan bisa berbahaya. Ia bisa memperdaya, bisa memperlambat langkah,” kata Richie Petroza dalam siaran pers.

Dari segi musikal, “Pandir Wara” menunjukkan eksperimen lintas genre yang masih berpijak pada karakter khas Primitive Monkey Noose. Instrumen tradisional panting, yang menjadi ciri kuat band ini, tetap mendapat porsi penting. Bedanya, kali ini panting diolah dengan notasi yang lebih familiar, menghadirkan jembatan antara rock modern dan akar budaya Banjar.

Hasilnya adalah komposisi yang padat, agresif, namun tetap mengandung tekstur etnik yang hangat sesuatu yang membuat “Pandir Wara” terasa sekaligus liar dan reflektif.

Artwork single ini digarap oleh Reggy Dyanta, ilustrator asal Banjarmasin. Dalam penjelasannya, Reggy menggambarkan karya visual “Pandir Wara” sebagai refleksi atas sikap pasif sebagian masyarakat Banjar dalam menghadapi perubahan sosial.

“Lagu ‘Pandir Wara’ menginspirasi visualisasi yang mengundang kita merenung: sampai sejauh mana kita berani bergerak, atau memilih tetap diam”, ungkap Reggy.

Ia menempatkan seekor bekantan berjubah di pusat komposisi, berdiri di atas ranting dengan pandangan yang mengarah ke belakang, simbol keraguan dan kegelisahan seorang individu di ambang perubahan. Latar belakangnya menampilkan hutan Kalimantan dengan bulan purnama besar, dan di sisi lain, adegan dramatis pertemuan antara bekantan dan ular besar.

“Fragmen itu adalah simbol pertarungan antara diam dan perlawanan, antara ‘pandir wara’ dan keputusan untuk bergerak. Ini ajakan untuk merenungi posisi kita: tetap bertahan bersama koloni yang pasif, atau berani melompat sendirian menuju pergerakan”, jelas Reggy.

Single “Pandir Wara” kini sudah bisa dinikmati di berbagai layanan streaming digital, termasuk Spotify, YouTube Music, TikTok Music, Apple Music, dan Langit Musik.

Dengan energi yang menggigit, lirik yang menyentil, serta spirit lokal yang kuat, “Pandir Wara” bukan sekadar lagu rock tapi juga cermin sosial yang menggugah siapa pun untuk berhenti hanya “bacot doing”. (sugali; foto pmn)


Share Tweet Send
0 Komentar
Memuat...
You've successfully subscribed to Indonesia Senang Dot Com - Semampu kita bisa dan lakukan keSENANGanmu
Great! Next, complete checkout for full access to Indonesia Senang Dot Com - Semampu kita bisa dan lakukan keSENANGanmu
Welcome back! You've successfully signed in
Success! Your account is fully activated, you now have access to all content.