Indonesiasenang-, Setelah sukses mengejutkan jagat film horor Indonesia lewat Menjelang Magrib (2022) yang meraih hampir 600 ribu penonton, sutradara Helfi Kardit bersiap melanjutkan kisah mencekam tersebut dengan sekuelnya Menjelang Magrib 2: Wanita yang Dirantai. Film yang diproduksi Hellroad Films ini bukan hanya menjanjikan teror baru, tapi juga mengangkat lapisan sejarah dan isu sosial yang jarang disentuh dalam horor lokal.

Film pertama Menjelang Magrib bukan hanya sukses di bioskop, tetapi juga mencatat prestasi internasional dengan masuk ke kompetisi Molins Film Festival 2022 di Barcelona. Kesuksesan itu mendorong Helfi untuk memperdalam eksplorasi cerita di sekuel kali ini.

“Saya makin intens di part 2 dengan cerita yang lebih gelap dan mencekam. Film ini mengangkat ketimpangan sosial dan ekonomi dengan latar tahun 1920, ketika Indonesia masih bernama Hindia Belanda”, ujar Helfi Kardit dalam jumpa pers, Sabtu (30/08/2025).

Tak hanya sekadar mengikuti tren horor yang sedang marak, Helfi Kardit menegaskan film ini lahir dari pengalaman personal. Tema perempuan yang dipasung sudah menjadi ide utamanya sejak awal.

“Saya terinspirasi ketika tinggal di Sumatera, melihat orang yang dipasung di sebuah rumah. Dulu itu dianggap sebagai pengobatan bagi mereka yang punya masalah kejiwaan atau mental illness”, kata Hefi Kardit.

Ditambahkan oleh Helfi Kardit bahwa energi kreatif yang dicurahkan ke Menjelang Magrib 2 sama kuatnya ketika ia membuat film Sang Martir (2012), yang sempat meraih nominasi di Asean International Film Festival and Award (AIFFA) serta Festival Film Bandung 2023.

Proses produksi film ini berlangsung intensif. Lokasi syuting dipusatkan di pedesaan sekitar kaki Gunung Papandayan, Garut, Jawa Barat, dengan suasana yang masih alami sekaligus menyimpan nuansa mistis.

Production Designer Yannie Sukarya menjelaskan, persiapan berlangsung sekitar 3,5 bulan sebelum syuting selama 28 hari. “Kami membangun set rumah dan lingkungan sesuai kondisi tahun 1920, lengkap dengan perbedaan kelas sosial masyarakat kala itu”, jelasnya.

Kisah Menjelang Magrib 2 bermula dari seorang dokter muda lulusan STOVIA, Giandra (Aditya Zoni), yang membaca berita tentang seorang gadis di Desa Karuhun bernama Layla (Aisha Kastolan) yang dipasung karena dianggap sakit jiwa. Berita itu ditulis oleh Rikke (Aurelia Lourdes), seorang jurnalis Indo-Belanda yang juga berasal dari desa tersebut.

Rasa penasaran membawa Giandra menuju Desa Karuhun dengan pedati. Di sana ia bertemu Rikke dan berusaha memahami kondisi Layla yang tinggal bersama neneknya (Muthia Datau). Namun teror justru datang ketika malam tiba Layla memperlihatkan sisi lain yang tak bisa dijelaskan hanya dengan ilmu kedokteran.

Dibantu Rikke dan anjingnya Molly, Giandra mencoba menguak misteri di balik penderitaan Layla. Apakah ini semata gangguan jiwa, atau ada kekuatan gelap yang membelenggu sang gadis?.

Dengan latar kolonial Hindia Belanda, Menjelang Magrib 2 tak hanya menawarkan kisah seram, tetapi juga refleksi tentang cara masyarakat kala itu memandang penyakit jiwa, perempuan, dan relasi kuasa.

“Film ini kuat dengan visi saya. Bukan hanya untuk memenuhi pasar horor, tapi ada energi cerita yang lahir dari pengalaman nyata dan sejarah sosial bangsa kita”, tegas Helfi Kardit.

Menjelang Magrib 2: Wanita yang Dirantai siap menjadi horor Indonesia yang bukan sekadar menakut-nakuti, tetapi juga mengajak penonton merenungkan sisi kelam dalam sejarah masyarakat. (kelvin; foto hdrr)