Konkurs Nasional Burung Perkutut Piala Raja Hamengku Buwono Cup 2025, Tradisi, Filosofi, dan Sejarah

Konkurs Nasional Seni Suara Alam Burung Perkutut Piala Raja Hamengku Buwono Cup 2025 digelar di Alun-alun Kidul Yogyakarta, 6–7 September. Lebih dari sekadar lomba, perkutut menyimpan nilai historis, filosofi Jawa, hingga simbol persahabatan dengan Thailand

Konkurs Nasional Burung Perkutut Piala Raja Hamengku Buwono Cup 2025, Tradisi, Filosofi, dan Sejarah

Indonesiasenang-, Burung perkutut kembali menjadi pusat perhatian dalam ajang Konkurs Nasional Seni Suara Alam Burung Perkutut Piala Raja Hamengku Buwono Cup 2025. Lomba bergengsi yang akan digelar di Alun-alun Kidul Yogyakarta pada 06 – 07 September 2025 ini diikuti sekitar 800 ekor perkutut berkualitas dari berbagai daerah di Indonesia.

Lebih dari sekadar kontes suara merdu burung, perkutut diyakini memiliki nilai historis dan filosofi mendalam yang lekat dengan sejarah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Sejak 1990, burung perkutut telah ditetapkan sebagai maskot DIY, simbol kearifan lokal yang merepresentasikan ketenangan, kelapangan hati, sekaligus daya tarik budaya Jawa.

Ditegaskan oleh Paniradya Pati Paniradya Kaistimewan DIY, Aris Eko Nugroho, bahwa sejak 2017 kegiatan ini mendapat dukungan Dana Keistimewaan (Danais). Perlombaan tersebut bahkan menjadi bagian dari rangkaian perayaan ulang tahun Undang-Undang Keistimewaan (UUK) DIY.

“Filosofi yang dipegang adalah Hamemayu Hayuning Bawono, yang berarti menjaga harmoni alam. Karena itu setelah lomba biasanya ada prosesi pelepasan burung perkutut ke alam”, kata Aris Eko Nugroho dalam diskusi Rembag Kaistimewaan (26/08/2025).

Tak hanya soal suara merdu, kontes kini juga menilai aspek sangkar burung dan elemen pendukung lainnya. Hal ini sekaligus memberi ruang bagi pelaku UMKM lokal untuk berpartisipasi, memutar roda perekonomian di Yogyakarta.

Sementara itu Kepala Bidang Pengembangan Ekonomi Kreatif Dispar DIY, Iwan Pramana, menilai lomba ini sebagai liga bergengsi dalam pelestarian budaya sekaligus pengembangan pariwisata. “Ini adalah upaya menjaga fauna lokal sekaligus menghadirkan atraksi budaya khas DIY”, jelasnya.

Tingginya minat masyarakat tercermin dari penjualan tiket yang sudah ludes hanya dalam tiga hari sejak dibuka. Sistem perlombaan sendiri akan berlangsung dalam empat babak, dengan penekanan utama pada kualitas kicauan perkutut.

Selain identitas budaya lokal, perkutut juga menyimpan kisah historis lintas bangsa. Pemerhati pariwisata, Ike Janita Dewi, menyebut burung ini bukan hanya maskot DIY, tetapi juga simbol persahabatan antar kerajaan. Pada abad ke-14, burung perkutut pernah dijadikan hadiah oleh Raja Sriwijaya kepada Raja Ramalima dari Siam (kini Thailand).

“Di Thailand burung ini disebut Nokcha Jawa, karena memang berasal dari Jawa. Keberadaan ajang ini bahkan bisa menjadi magnet baru bagi wisatawan mancanegara, terutama dengan segera dibukanya penerbangan langsung dari Yogyakarta International Airport (YIA) ke Bangkok”, tutur Ike Janita Dewi.

Ditekankan oleh Ignatius Susriyanta selaku Ketua Panitia dari P3SI DIY, bahwa perkutut juga diyakini membawa energi positif bagi pemiliknya. “Burung perkutut dipercaya mendatangkan rezeki, ketenangan, dan karisma. Itu sebabnya hingga kini tetap populer sebagai hewan peliharaan”, ujarnya.

Dengan kombinasi nilai sejarah, filosofi budaya, dan daya tarik pariwisata, Konkurs Nasional Seni Suara Alam Burung Perkutut Piala Raja Hamengku Buwono Cup 2025 bukan hanya sekadar lomba, melainkan juga ruang perayaan identitas budaya Jawa yang hidup dan terus beradaptasi di tengah masyarakat modern. (damar; foto hp3si)


Share Tweet Send
0 Komentar
Memuat...
You've successfully subscribed to Indonesia Senang Dot Com - Semampu kita bisa dan lakukan keSENANGanmu
Great! Next, complete checkout for full access to Indonesia Senang Dot Com - Semampu kita bisa dan lakukan keSENANGanmu
Welcome back! You've successfully signed in
Success! Your account is fully activated, you now have access to all content.