Indonesiasenang-, Bayangkan pendekar silat legendaris melompat dari halaman novel dan menjelma sebagai sosok tiga dimensi berbalut baja. Itulah pengalaman visual yang ditawarkan seniman asal Tiongkok, Ren Zhe, dalam pameran bertajuk “A Path to Glory” di Museum of Contemporary Art (MOCA) Singapura.
Mengambil inspirasi dari dunia Wuxia genre sastra klasik Tiongkok yang memadukan seni bela diri, petualangan, dan nilai-nilai kesatria, Ren Zhe menghadirkan lebih dari 40 karya patung berskala besar berbahan stainless steel. Tokoh-tokoh dalam karya ini merupakan tafsir visual dari karakter-karakter dalam novel Jin Yong, sastrawan besar Tiongkok yang dikenal luas di Asia.
“Ren Zhe mampu menangkap jiwa cerita silat Jin Yong dan mengubahnya menjadi bahasa rupa yang kuat dan hidup. karya-karya Ren Zhe sebagai bentuk baru dari narasi kesatria, yang melampaui teks dan menjadi pengalaman seni yang menggugah”, kata William Wong selaku kurator pameran.
Nama Jin Yong sendiri bukanlah hal asing di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Karyanya seperti Pendekar Pemanah Rajawali dan Condor Heroes pernah populer sebagai serial televisi dan novel terjemahan pada era 1980-an. Kini, melalui tangan Ren Zhe, kisah-kisah itu dihidupkan kembali dalam bentuk patung yang menjulang dan penuh ekspresi.
Menurut Linda Ma, Presiden MOCA dan kolektor seni berdarah Tionghoa-Indonesia, pameran ini memiliki makna khusus secara pribadi dan budaya. “Saya tumbuh besar dengan cerita-cerita Wuxia. Kini saya ingin memperkenalkan kembali nilai-nilai kesatria itu dalam konteks seni rupa modern”, ujarnya.
Pameran ini tidak hanya menyoroti estetika visual, tetapi juga membawa misi budaya: menjaga warisan Wuxia tetap relevan di masa kini. Dalam karya Ren Zhe, kekuatan fisik dan spiritual para pendekar diwujudkan dengan sentuhan kontemporer menciptakan jembatan antara masa lalu dan masa kini, Timur dan Barat.
Lebih dari sekadar penghormatan terhadap sastra Jin Yong, A Path to Glory juga mencerminkan hasrat lintas generasi dalam merawat nilai-nilai luhur. “Tokoh-tokoh Jin Yong mengajarkan keberanian, kehormatan, dan solidaritas. Lewat patung-patung ini, nilai-nilai itu dihidupkan kembali dan disampaikan kepada generasi sekarang”, imbuh William Wong.
Tidak hanya mendapat sambutan hangat di Singapura, Linda Ma juga mengumumkan bahwa pameran ini direncanakan akan dibawa ke Indonesia. “Kami sedang menyiapkan eksibisi ini sebagai pameran tunggal kedua Ren Zhe di Asia Tenggara. Saya berharap publik seni di Tanah Air dapat menyambutnya dengan antusias”, tuturnya.
Dengan menggabungkan teknik pahat yang presisi, material modern, dan jiwa tradisional, Ren Zhe telah menciptakan sebuah pengalaman seni yang menggugah dan membangkitkan memori kolektif Asia Timur. A Path to Glory bukan sekadar pameran, tetapi perayaan terhadap jiwa kesatria yang melintasi zaman.
Sebagaiu informasi tambahan, Pameran A Path to Glory dapat dikunjungi di MOCA Singapura selama Juli 2025. Untuk informasi tiket dan jadwal, dapat mengunjungi situs resmi museum. (alvin; foto hmms)