Indonesiasenang-,  Kentalz, band asal Malang yang baru terbentuk pada 2024, resmi merilis single debut mereka berjudul Ironi Frekuensi. Lagu ini bukan sekadar karya musik biasa, melainkan bentuk protes kreatif terhadap fenomena sound horeg, polusi suara dari perangkat audio berkekuatan besar yang sering mengganggu masyarakat. Dengan pendekatan unik dan penuh humor, Kentalz menghadirkan kritik sosial melalui lantunan musik yang kini bisa dinikmati di berbagai Digital Streaming Platforms (DSP).

Kentalz merupakan grup musik dengan formasi unik yang terdiri dari musisi dengan latar belakang beragam. Cunk, gitaris utama dari band Denai yang beraliran Pop, membawa nuansa melodius dalam permainan gitarnya. Patrick, gitaris kedua, dikenal dari band Thrash Metal/Crossover Inheritors dan Math-Rock Medreis, menghadirkan riff intens dan kompleks. Yobis, seorang solois Synth-Pop yang dikenal sebagai Yobis Siboy, mengisi posisi bass dengan gaya groovy yang khas. Sementara itu, Sandy, seorang DJ, mengambil peran sebagai drummer, mencampurkan elemen perkusi digital dan tradisional.

Yang membuat Kentalz semakin unik adalah pendekatan vokalnya. Semua personel turut serta dalam bernyanyi, mengadopsi konsep vokal kolektif ala band Sore, menciptakan warna khas dalam setiap lagu mereka.

Proses kreatif Ironi Frekuensi berawal dari keresahan mereka terhadap maraknya sound horeg yang tidak terkontrol. Yobis menceritakan bahwa ide lagu ini bermula saat mereka melakukan sesi jamming di studio.

"Aku iseng coba bikin pattern sound horeg dengan suara yang sember. Mas Cunk lalu menyuruhku untuk lanjut, Patrick menambahkan gitar yang semakin absurd, dan Sandy melengkapi dengan drum yang semakin mantap", kata Yobis.

Lagu Ironi Frekuensi bukan hanya sekadar sindiran terhadap kebisingan, tetapi juga sebuah ekspresi kreatif yang menggambarkan bagaimana masyarakat harus lebih peduli terhadap lingkungan akustik mereka.

Melalui Ironi Frekuensi, Kentalz mengajak pendengar untuk tidak ragu menyuarakan keresahan mereka. "Jika ada sesuatu yang mengganggu, kita harus bersuara dan meminta perubahan. Lagu ini menjadi simbol keberanian untuk membahas isu yang sering diabaikan namun sangat mengganggu banyak orang", ujar mereka.

Meskipun tidak mengalami kendala teknis dalam produksi lagu, Kentalz mengakui bahwa tantangan justru muncul saat perilisan.

"Takut di gebuk massa", ujar mereka sambil tertawa, menunjukkan bahwa tema yang mereka angkat memang kontroversial.

Dalam menciptakan lagu ini, mereka juga menegaskan bahwa tidak ada pengaruh dari musisi lain. "Kami tidak ingin terhantui oleh referensi eksternal. Kami fokus pada ekspresi kami sendiri," kata mereka, menegaskan bahwa karya ini merupakan hasil murni dari kreativitas mereka.

Setelah Ironi Frekuensi, Kentalz tidak berdiam diri. Mereka sudah mulai menggarap lagu kedua yang terinspirasi dari konten Ferry Irwandi dan Pesulap Merah. Band ini berjanji untuk terus menghadirkan karya yang unik, relevan, dan berani.

Sebagai pesan penutup, Kentalz mengajak pendengar untuk tetap vokal terhadap keresahan yang mereka alami. "Jangan takut bersuara! ", seru mereka.

Dengan Ironi Frekuensi, Kentalz telah membuka lembaran baru dalam perjalanan mereka. Sebagai band pendatang baru, mereka telah menunjukkan keberanian dan kreativitas yang segar. Para pendengar tentu dapat menantikan karya-karya Kentalz berikutnya yang tak kalah menarik dan mengejutkan. (dewa; foto dpk)