Indonesiasenang-, Setelah 17 tahun konsisten membawa musik jazz ke ketinggian gunung, Jazz Gunung kembali hadir di tahun 2025 dengan wajah baru. Untuk pertama kalinya, festival ini mengusung format berseri dengan tajuk resmi BRI Jazz Gunung Series yang akan berlangsung di tiga gunung berbeda: Bromo Series 1 (19 Juli), Bromo Series 2 (26 Juli), dan Ijen Series (09 Agustus).
Festival yang pertama kali digelar pada 2008 ini kini menjelma menjadi gerakan budaya yang lebih dari sekadar pertunjukan musik. Tahun ini, Jazz Gunung menegaskan eksistensinya sebagai ruang inklusif yang memadukan musik, alam, dan kearifan lokal sekaligus menjadi motor penggerak ekonomi kreatif berbasis komunitas.
“Kalau banyak event on-off, Jazz Gunung membuktikan konsistensinya selama 17 tahun. Ini adalah contoh bagaimana event dengan IP lokal bisa bertahan dan kini siap naik kelas ke tingkat global”, kata Vinsensius Jemadu selaku Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan Kemenparekraf, dalam konferensi pers di IFI Jakarta (03/07/2025).
Didirikan oleh Sigit Pramono, almarhum Djaduk Ferianto, almarhum Idang Rasjidi, Chiko Hendarto, dan Bagas, Jazz Gunung lahir dari mimpi sederhana: menyatukan keindahan lanskap pegunungan dengan kedalaman musik jazz. Kini, setelah 17 tahun, festival ini tidak hanya bertahan, tapi juga terus berkembang—dari satu titik di Bromo, menjadi rangkaian “series” lintas lokasi.
“Jazz Gunung awalnya seperti jazz-nya UMKM, beda dengan Java Jazz yang skala besar. Tapi justru dari gunung, kami bangun pengalaman yang personal, akrab, dan menyentuh hati”, kata Sigit Pramono mengenang awal mula festival.
Gagasan format “Series” lahir dari diskusi internal penyelenggara bersama Andi F. Noya, yang juga menjabat sebagai adviser Jazz Gunung Indonesia. Menurut mereka, memecah festival ke dalam tiga edisi akan memberikan efek ekonomi dan sosial yang lebih luas serta memudahkan sponsor dan pemerintah memaksimalkan dukungan.
“Kita tidak ingin event besar hanya dinikmati satu titik. Dengan format series, dampaknya menyebar dari Bromo ke Ijen, dari homestay warga ke UMKM lokal”, ujar Andi F. Noya.
Format ini juga memperkuat positioning Jazz Gunung sebagai festival berbasis komunitas, yang menyerap manfaat ekonomi langsung ke masyarakat sekitar. Hitungan penyelenggara menyebutkan satu edisi Jazz Gunung bisa mendorong kebutuhan lebih dari 1000 kamar hotel, termasuk warung, jeep, dan layanan wisata lokal lainnya.
Jazz Gunung juga terkenal dengan semangat kolaborasinya. Dari Didi Kempot hingga Elvy Sukaesih, dari tari Gandrung hingga lengger lanang, Jazz Gunung membuka panggung untuk keberagaman ekspresi budaya membuktikan bahwa jazz bisa membumi tanpa kehilangan karakternya.
“Kami ingin publik tahu, jazz bukan musik eksklusif. Ia bisa berkolaborasi, berbaur, bahkan menjadi ruang ekspresi lintas genre, lintas generasi”, jelas Chiko Hendarto, Chairman Jazz Gunung Foundation.
Sejak 2018, Jazz Gunung juga menggandeng Institut Français Indonesia (IFI) untuk membangun jejaring global. Tahun ini, beberapa musisi Indonesia bahkan tampil di festival jazz prestisius di Prancis sebagai hasil kerja sama bilateral.
“Jazz Gunung bukan hanya soal penonton lokal. Ini sudah jadi bagian dari diplomasi budaya. Kami bangga bisa jadi jembatan antara musisi Indonesia dan dunia”, ujar Bimo Putero dari IFI.
BRI Jazz Gunung Series 2025 Schedule :
1. Bromo Series 1 – 19 Juli 2025
2. Bromo Series 2 – 26 Juli 2025
3. Ijen Series – 9 Agustus 2025
(satria; foto tcs)
