Indonesiasenang-, Proses pendidikan Islam multikultural pada muslim Tionghoa tidak bisa dipahami melalui frame pemikiran pendidikan dalam arti pembelajaran. Pelaksanaan pendidikan Islam pada komunitas ini, merupakan realitas sosial yang tidak bersifat tunggal, namun sebaliknya lebih bersifat plural, yaitu hasil dari dialektika antara pengajaran, tradisi kebudayaan dan interaksi sosial.
Mungkin inilah yang membentuk sosok bernama Zhang En Long atau yang memiliki nama Indonesia Firdaus Sanusi. Lelaki kelahiran Jakarta, 01 Januari 1995, anak ke 3 dari 4 bersaudara ini melalui pendidkan dari TK di Alharamain Saudi Academy, yang berlokasi di Cipinang Cempedak, Jakarta Timur sampai SMA (sampai Lulus).
“Tapi pada waktu kelas 3 SD sampai kelas 6SD sempet sekolah di swasta di Assalafy. Karena di sekolahan Alharamain Saudi Academy liburan kenaikan kelas 3-4 bulan. Jadi itu gue pake untuk sekolah lagi di Assalafy. Dan mengapa sekolah berbasis Islami, karena waktu itu gue tidak bisa baca Alphabet Indonesia, alias tidak bisa baca”, tutur Firdaus Sanusi.
Kecintaan Firdaus Sanusi terhadap bahasa Arab membawanya kuliah di Universitas Islamic Madinah. Ketertarikannya kuliah disana karena semua berbahasa arab, selain itu dirinya percaya bahwa nanti di akhirat di tanyanya pakai bahasa arab seperti, Man Rabbuka atau Ma Dinuka) itu semua memakai bahasa arab.
Firdaus Sanusi memang bukan berasal dari kalangan sembarangan, Ayahnya, Denny Sanusi, adalah seorang mualaf yang pernah menjabat sebagai Ketua Umum Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI).
“Gue banyak belajar dari papah”, ujar Firdaus Sanusi.
Semua bekal yang didapatnya tersebut akhirnya membawa diri seorang Firdaus Sanusi, atau yang lebih akrab disapa Koh Firdaus ke jalan dakwah. Dalam dakwahnya Koh Firdaus memiliki visi ingin memberi tahu ke orang-orang di luar sana, bahwa Islam itu rahmatan Lil Alamin, yang salah itu oknumnya bukan agamanya. Karena Islam mengajarkan kebaikan, kesejahteraan, kelembutan, dan kerukunan.
Selain itu Koh Firdaus memiliki tantangan sendiri saat memilih jalan untuk berdakwah. Bagaimana tidak, sebagai seseorang minoritas yang memang keturunan Tionghoa dengan ciri fisik berkulit putih dan sudah pasti bermata sipit, banyak yang meragukannya dapat berdakwah dan berbagi ilmu ke-Islaman.
“Ini memang bukan pilihan mudah (berdakwah), tapi gue yakin, InsyaAllah dapat berbagi sedikit ilmu yang gue punya kepada muslim Tionghoa khususnya, dan masyarakat secara keseluruhan pada umunya”, tutur Koh Firdaus.
Dalam berdakwah sendiri anak dari pasangan Denny Sanusi dan Haryani Iming ini mempunyai gaya yang unik saat mencoba membagikan ilmu yang dimilikinya. Tidak memakai atribut keagamaan, Koh Firdaus memilih menjadi dirinya sendiri, dengan gaya super santai yang pastinya tetap fashionable.
Banyak yang tak mengira jika Koh Firdaus merupakan seorang muslim, bahkan sempat dicurigai saat masuk masjid untuk beribadah. “Gue di sangka koko-koko yang nonmuslim karna mungkin mata gue yang terlalu sipit. Orang tuh kayak mikir “Nggak mungkin koko ini bisa Al Fatihah”, ucapnya sembari tertawa.
Selain itu pengalaman dakwah banyak yang bikin under estimete alias jiper. Seperti Koh Firdaus waktu lagi sholat jumat diliatin oleh orang-orang, “Bahkan ketika lagi qomat ditanyain (mau ngapain mas), ya gue bilag mau sholat lah, kan udah qomat. Bahkan kalau tanya musholla/masjid ditempat umum seperti Mall dan tempat-tempat lainnya suka diliatin dulu dari ujung rambut sampai ujung kaki”, ungkapnya.
Koh Firdaus sebagai Chinese Muslim bercita-cita tinggi, ingin menjadi orang yang “berguna” dan menyenangkan disekitaran masyarakat yang ada. Karena membuat senang itu pahala, jadi memupuk pahala dari sekarang untuk nanti diakhirat, atau dengan kata lain menabung pahala.
Selain itu Koh Firdaus memiliki harapan kedepan agar jangn “menJudge by the Cover”, karena dari pengalaman-pengalaman yang sudah-sudah, terkadang orang hanya melihat dari “Cover” nya.
“Kita dilahirin juga gak bisa memilih mau suku apa ? keturunan apa ? mau warna kulit apa ? gak bisa kan. Itu semua kehendak Allah swt. Jadi, kita semua sama kok kita “Indonesia”, lahir di Indonesia, berjuang di Indonesia, nikah di Indonesia, dan dikubur pun nanti di Indonesia”, pungkas Koh Firdaus. (lela; foto dokpribadi)