Indonesiasenang-, Film panjang perdana karya Tumpal Tampubolon, Air Mata Buaya (Crocodile Tears), sukses mencuri perhatian dalam ajang Taipei Film Festival (TFF) ke-27 yang digelar di SPOT-Huashan Cinema, Taipei, Taiwan. Film yang sebelumnya telah diputar di Toronto, Busan, dan London ini berhasil masuk dalam nominasi International New Directors Competition, mengungguli lebih dari 443 judul dari berbagai negara.
Ajang tahunan yang berlangsung sejak 20 Juni hingga 5 Juli 2025 ini menghadirkan program unggulan New Southbound Film Section, yang tahun ini menampilkan lima film dari kawasan Asia Selatan dan Tenggara, termasuk Crocodile Tears dari Indonesia. Penayangan perdana film tersebut di Taipei berlangsung pada 22 Juni dan disusul pemutaran lanjutan pada 23 dan 30 Juni 2025.
Apresiasi disampaikan oleh Arif Sulistiyo selaku Kepala Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) Taipei, atas pencapaian ini. “Nominasi ini menjadi pengakuan penting dunia internasional terhadap dunia perfilman Indonesia. Melalui film, Indonesia dapat bercerita tentang kebudayaan secara luas”, katanya dalam pernyataan terpisah.
Sutradara Tumpal Tampubolon juga hadir langsung dalam festival bersama aktor utama film ini, Yusuf Mahardika. Dalam sesi diskusi, Tumpal berharap filmnya bisa memperkenalkan makna cinta serta kekayaan budaya Indonesia, termasuk spesies buaya yang tampil dominan dalam cerita. “Kami ingin penonton dapat lebih mengenal Indonesia melalui film ini”, ujarnya.
Pembukaan TFF turut dihadiri perwakilan otoritas Taiwan, Ketua Taiwan-Asia Exchange Foundation (TAEF) Michael Hsiao, serta delegasi dari KDEI Taipei, Filipina, dan Malaysia. Michael Hsiao menekankan bahwa kolaborasi budaya melalui film menjadi salah satu jembatan diplomasi yang efektif.
“Kami ingin masyarakat Taiwan bisa bertukar pandangan dan lebih mengenal kehidupan sosial serta budaya dari Asia Tenggara dan Selatan”, ujar Michael Hsiao.
Taipei Film Festival 2025 sendiri memiliki dua kompetisi utama, yaitu Kompetisi Penghargaan Film Taipei bagi sineas Taiwan dan Kompetisi Pendatang Baru Internasional, yang khusus ditujukan untuk mengapresiasi para sutradara baru dari kawasan Asia dan sekitarnya.
Sebagai bagian dari promosi budaya Indonesia, KDEI Taipei juga membuka Stan Kebudayaan Indonesia pada 21 Juni. Stan ini memamerkan produk-produk unggulan seperti kopi Gayo dan Mandailing, cokelat, bumbu masakan, serta kerajinan tangan seperti keranjang anyaman, pakaian adat, dan topeng khas Nusantara. KDEI bahkan menggandeng Indofood untuk membagikan produk mi instan dengan varian rasa baru kepada pengunjung.
Lebih dari 400 pengunjung tercatat menyambangi stan ini selama pembukaan festival, menunjukkan antusiasme tinggi terhadap budaya Indonesia. “Kami berharap promosi budaya melalui film dan produk unggulan ini dapat mendorong ketertarikan masyarakat Taiwan untuk mengenal dan mengunjungi Indonesia,” tambah Arif Sulistyo yang juga menekankan pentingnya penguatan kerja sama ekonomi melalui diplomasi budaya.
Menurut data KDEI Taipei, total perdagangan Indonesia–Taiwan pada Januari–April 2025 mencapai USD 3,20 miliar, dengan surplus sebesar USD 527,70 juta bagi Indonesia.
Partisipasi film Crocodile Tears di Taipei Film Festival 2025 menjadi bukti bahwa sinema Indonesia sedang mengalami pertumbuhan signifikan dan semakin diperhitungkan di panggung global. Selain sebagai ajang apresiasi, keikutsertaan ini juga membuka ruang kolaborasi lintas negara yang berkelanjutan, memperkuat diplomasi budaya Indonesia di kancah internasional. (damar; foto hkmp)
