Indonesiasenang-, Bayangkan jika budaya yang berbeda disatukan dalam sebuah karya fesyen yang unik dan penuh makna. Itulah yang ditampilkan oleh ketiga desainer Indonesia, Denny Wirawan, Adrian Gan dan Citra dari brand Sejauh Mata Memandang.
Denny Wirawan menyajikan koleksi dengan tajuk Kembang Jiwa, terinspirasi dari satu kebudayaan masyarakat Jawa di Indonesia. "Kembang ini ada 20 looks yang mewakili cerita kehidupan dari lahir, menikah, hingga meninggal dunia. Kita tahu banyak tradisi kita yang menggunakan bunga seperti kebudayaan, kepercayaan, dimulai dari lahir. Contohnya bayi yang lahir ari-arinya disimpan di tanah dan diberi bunga. Untuk persiapannya saya menggunakan batik tulis dari Kudus. Pembuatan batik tulis biasanya lama banget, tapi kali ini saya membuat konsep minimalis sehingga penyelesaian pembuatan corak batik hanya 2 bulan. Dikemas lebih modern dengan motif floral dengan warna monocrom”, tuturnya kepada awak media (27/10/2024)
Citra Subiakto dari Sejauh Mata Memandang juga tak kalah misterius dengan tajuk karyanya Republik Sebelah Mata yang mengangkat ekspresi tentang kontroversi. "Banyak alasan saya mengangkat tajuk ini. Saya banyak belajar dari mitra-mitra artisan seperti petani, pemintal. Mereka curhat bahwa mereka sering dipandang setengah mata. Ini seperti reaksi dengan yang terjadi dalam kehidupan sosial dan politik. Buat saya, ini adalah bentuk cara saya mengungkapkan keresahan-keresahan yang terjadi”, paparnya dalam kesempatan yang sama.
"Kita akan menampilkan sesuatu yang menggambarkan ekspresi, jadi bukan menggambarkan ready to wear. Ada kain yang dibuat petani kapas dari Tuban, tenun yang dibuat dengan tangan dikerjakan mitra kita di Pekalongan, bahkan ada juga mirip leather atau kulit yang dibuat dari ampas kopi dan masih banyak lagi. Total saya tampilkan sebanyak 27 busana nanti”, lanjut Citra Subiakto.
Sementara itu, Adrian Gan rupanya ingin menunjukan sisi klasik masalalu yang dipadukan dengan siai modern. Perpaduan dari 2 kata, Kala Panganjengan. Koleksi miliknya merupakan perpaduan antara era kolonial dengan perpaduan busana lokal maupun asing.
"Beskap, kebaya menjadi inspirasi kita kali ini dengan dibuat lebih modern. Batik lawas Tuban yang saya dapat dari penjual yang tidak layak pakai saya campurkan dengan bahan dasar cotton. Saya campur juga dengan digital print sehingga lebih kekinian dan bisa dimix and match. Lebih menggambarkan masa lalu dan masalalu lebih tepatnya. Saya selalu membuat koleksi dengan 2 culture yang berbeda. Bahkan saya juga ada menggunakan renda-renda abad ke 18 untuk koleksi kali ini”, papar Adrian Gan.
Membuat busana dari bahan-bahan yang terbilang lawas menuntutnya untuk lebih berhati-hati. "Jujur ada kesulitan dalam memadupadankan karena kita menggunakan bahan lawas. Mulai dari tekstur, lebar kain dan kondisi dari kain lawas tersebut. Kita harus sesuaikan dengan kondisinya dan berapa banyak jumlah bahan yang kita punya”, pungkas Adri Gan. (kintan; foto praba)