Indonesiasenang-, Bandung kembali bergemuruh pada Sabtu malam, 13 September 2025, Graha Manggala Siliwangi dipadati ribuan Begundal, sebutan akrab bagi penggemar Burgerkill. Malam itu, unit metal kebanggaan Jawa Barat ini menunaikan sebuah janji besar: merayakan sekaligus mensyukuri 30 tahun perjalanan mereka dalam konser akbar bertajuk Resilient Show: Re-Union – The Past, Present & The Future.

Konser bukan sekadar perayaan musik keras, melainkan sebuah reuni penuh sejarah. Burgerkill menghadirkan formasi terkini sekaligus memanggungkan kembali para personel yang pernah menjadi bagian penting dari evolusi band ini.

Sejak akses venue dibuka pukul 16.00 WIB, antrean penonton yang mayoritas berbusana hitam sudah mengular panjang. Lokasi konser yang berada di area militer memberi suasana ketat, namun antusiasme penonton tidak berkurang.

Di lobi, pengunjung disambut pajangan memorabilia, foto mendiang Aries “Ebenz” Tanto, hingga literasi perjalanan karier Burgerkill yang ditampilkan dalam bentuk pohon keluarga musik karya Kimung. Semua terasa seperti museum mini Burgerkill sebelum energi penuh dilepaskan di dalam ruang konser berkapasitas 1000 orang.

Burgerkill mengemas konser menjadi perjalanan kronologis melalui tujuh segmen album mereka. Setiap periode dihadirkan dengan formasi yang sesuai zamannya.

- “Dua Sisi” (2000): Ronald A. Radja Haba (vokal), Agung “Hellfrog” Ridho (gitar), Kimung (bass), dan Toto Supriatin (drum) membakar suasana dengan “Heal the Pain”, “Sakit Jiwa”, hingga “Homeless Crew”. Aksi Kimung yang membanting bass hingga patah jadi momen ikonik.

- “Berkarat” (2003): Hadirnya Abah Andris di bass dan Ugum di gitar menambah daya gedor lewat “Resah Dera Jiwa” dan “Penjara Batin”.

- “Beyond Coma of Despair” (2006): Vicky Mono, mantan vokalis Burgerkill yang kini bersama Deadsquad, kembali mengambil mikrofon. “Darah Hitam Kebencian” dan “We Will Bleed” menggaung penuh emosional.

- “Venomous” (2011): Lagu “House of Greed” dan “For Victory” mengguncang dengan Vicky di vokal, Ramdan Agustiana di bass, dan Abah Andris di drum.

- “Adamantine” (2018): Dengan dramer Putra Pra Ramadhan, formasi ini meluncurkan “United Front”, “Superficial”, dan “Integral”.

- “Killchestra” (2020): Kolaborasi dengan Czech Symphony Orchestra hidup kembali di panggung dengan “An Elegy” dan “Tiga Titik Hitam” yang menghadirkan vokal A. Fadly (Padi Reborn). Di sesi ini, doa bersama dipanjatkan untuk mendiang Ivan Scumbag dan Ebenz.

- Era Terkini (2025): Ronald, Agung, Ramdan, dan Putra menutup malam lewat “Roar of Chaos”, “Atur Aku”, dan sebuah penghormatan dengan membawakan ulang “Air Mata Api” milik Iwan Fals.

Konser yang menampilkan 30 lagu sebagai simbol 30 tahun perjalanan Burgerkill bukan sekadar pertunjukan musik, tetapi sebuah catatan sejarah hidup. Vicky Mono bahkan sempat mengenang momen berat ketika harus menggantikan Ivan Scumbag, mendiang vokalis yang meninggalkan warisan besar.

Sementara itu, Agung Hellfrog satu-satunya personel yang konsisten hadir sejak awal hingga akhir konser, menutup perayaan dengan aksi heroik turun ke moshpit sambil tetap memainkan gitarnya.

“Resilient Show” membuktikan bahwa Burgerkill bukan hanya band, melainkan fenomena kultural di skena musik keras Indonesia. Konser ini bukan sekadar reuni, tetapi juga sebuah ritual penghormatan terhadap masa lalu, perayaan masa kini, dan janji untuk masa depan. (sugali; foto dpbk)